Pages

0

Sumber Hukum Administrasi Negara

Sumber hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan hukum dan ditentukan aturan hukum itu.
Sumber hukum dikenal dua macam yaitu :
1. Sumber Hukum Materiil
Sumber hukum materiil adalah sumber hukum yang menentukan isi aturan hukum itu, dan untuk menentukan isi hukum itu dipengaruhi oleh banyak factor yaitu :
a. Sejarah, yaitu undang-undang/ peraturan-peraturan masa lalu yang dianggap baik dapat dijadikan bahan untuk membuat undang-undang dan dapat diberlakukan sebagai hukum positif.
b. Faktor Soiologis, yaitu seluruh masyarakat dan lembaga-lembaga yang ada didalam masyarakat. Kegiatan-kegiatan yang terjadi didalam masyarakat dapat dijadikan bahan untuk membuat hukum dengan kata lain sesuai dengan perasaan hukum masyarakat misalnya keadaan dan pandangan masyarakat dalam social, ekonomi, budaya, agama dan psikologis.
c. Fakotor Filosofis,yaitu ukuran untuk menentukan aturan itu bersifat adil atau tidak dan sejauhmana aturan itu ditaati oleh warga masyarakat atau mengapa masyarakat mentaati aturan itu.
2. Sumber Hukum Formil
Yaitu kaidah hukum dilihat dari segi bentuk, dengan diberi suatu bentuk melalui suatu proses tertentu, maka kaidah itu akan berlaku umum dan mengikat seluruh warga masyarakat dan ditaati oleh warga masyarakat.


Sumber hukum formil Hukum Administrasi Negara adalah :
a. Undang-undang
b. Kebiasaan/Praktek hukum administrasi Negara
c. Yurispudensi
d. Doktrin/pendapat para ahli
a.d. a. Undang-undang
Aturan-aturan Hukum Administrasi Negara yang diatur dalam Undang-undang Dasar, dilaksanakan lebih lanjut oleh undang-undang. Seluruh peraturan-peraturan organic merupakan Sumber Hukum Administrasi Negara. Jadi sumber hukum administrasi Negara adalah sesuai dengan tata urutan/ hirarki peraturan perundang-undangan Republik Indonesia, seperti tercantum dalam Undang-undang No. 10 tahun 2004, yaitu:
a. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
b. Undang-Undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang
c. Peraturan Pemerintah
d. Peraturan Presiden
e. Peraturan Daerah
1. Perda Provinsi
2. Perda Kabupaten / Kota
3. Perdes / Peraturan yang setingkat
Undang-undang sebagai sumber hukum dibentuk dengan cara-cara tertentu oleh pejabat yang berwenang/legislator. Menurut Undang-Undang Dasar 1945 banyak masalah- asalah yang akan diatur dengan Undang-Undang, misalnya :
1. Tentang Kewarganegaraan
2. Tentang syarat-syarat Pembelaan Negara
3. Tentang Keuangan Negara
4. Tentang Pajak
5. Tentang Pengajaran
6. Tentang Pemerintah Daerah dan lain-lain.
Yang memegang kekuasaan membentuk Undang-undang adalah Dewan Perwakilan Rakyat ( Pasal 20 UUD 45). Materi Perpu sama dengan materi muatan Undang-Undang . Materi muatan Peraturan Pemerintah adalah materi muatan untuk melaksanakan Undang-undang. Materi muatan Peraturan Presiden berisi materi yang diperintahkan Undang-undang atau melaksanakan Peraturan Pemerintah. Materi muatan Perda adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Materi muatan Peraturan Desa/ Peraturan yang setingkat adalah seluruh materi dalam rangka penyelenggaraan urusan desa atau setingkat serta penjabaran lebih lanjut Undang-undang yang lebih tinggi.
0

SistemPemilu & SistemPemilu Indonesia

SistemPemilu

Sistem perwakilan distrik (single member constituency)
Sistem perwakilan berimbang/proporsionil (multi member constituency)

- Sistem Perwakilan Distrik
a. Sistem yang ditentukan atas kesatuan geografis dimana setiap geografis/distrik hanya memilih seorang wakil.
b. Jumlah distrik yang dibagi sama dengan jumlah anggota parlemen

Kelemahan:
Kurang memperhatikan partai kecil/minoritas
Kurang representatif karena calon yang kalah kehilangan suara pendukungnya

Kebaikan:
Calon yang dipilih dikenal baik karena batas distrik
Mendorong kearah integrasi parpol, karena hanya memperebutkan satu wakil
Sederhana dan mudah dilaksanakan
Berkurangnya parpol memudahkan pemerintahan yang lebih stabil (integrasi)


- Sistem Perwakilan Proporsional
a. Jumlah kursi yang diperoleh sesuai dengan jumlah suara yang diperoleh
b. Wilayah negara dibagi-bagi ke dalam daerah-daerah tetapi batas-batasnya lebih besar dari pada batas sistem distrik
c. Kelebihan suara dari jatah satu kursi bisa dikompensasikan dengan kelebihan daerah lain
d. Terkadang, dikombinasikan dengan sistem daftar (list system), dimana daftar calon disusun berdasarkan peringkat

Kelemahan:
Mempermudah fragmentasi dan timbulnya partai-partai baru
Wakil lebih terikat dan loyal dengan partai dari pada rakyat atau daerah yang diwakilinya
Banyaknya partai bisa mempersulit terbentuknya pemerintah stabil
Kelebihan:
Setiap suara dihitung, dan yang kalah suaranya dikompensasikan, sehingga tidak ada suara yang hilang
Sistem Pemilu di Indonesia

Bagaimana Pengaturan Pemilu dalam UUD 1945?
Pasal 18 (3): Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
Pasal 19 (1): Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum.
Pasal 22C (1): Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum. ; (2) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggota Dewan Perwakilan Daerah itu tidak lebih dari seperti jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 22E: PEMILU

Pemilu dalam UU No. 10 Tahun 2008:
Tahapan penyelenggaraan Pemilu meliputi:
a. pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih;
b. pendaftaran Peserta Pemilu;
c. penetapan Peserta Pemilu;
d. penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan;
e. pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota;
f. masa kampanye;
g. masa tenang;
h. pemungutan dan penghitungan suara;
i. penetapan hasil Pemilu; dan
j. pengucapan sumpah/janji anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.

PilpresdalamUUD 1945
Pasal 6A
(1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.***)
(2) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pilihan umum. ***)
(3) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara disetiap provinsi yang tersebar dilebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden. ***)


Pasal 3 ayat (2) & (4)
- PemiluPresidendanWakilPresidendilaksanakansetiap5 (lima) tahunsekalipadahariliburatauhariyang diliburkan.
- Pemilu Presiden dan Wakil Presiden harus sudah menghasilkan Presiden dan Wakil Presiden terpilih selambat – lambatnya 14 (empatbelas) hari sebelum masa jabatan Presiden berakhir.

Pasal4
- Pemungutan suara untuk pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden sebagai mana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dilaksanakan selambat – lambatnya 3 (tiga) bulan setelah pengumuman hasil Pemilu bagi anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, danDPRD Kabupaten/Kota.

Sistem pemilu yang digunakan di Indonesia adalah Sistem Perwakilan Proporsional, ciri-cirinya adalah banyaknya partai yang bersaing.
0

Pemilihan Sistem Presidensial

Ada empat dugaan saya mengenai latar belakang pemilihan sistem pemerintahan presidensial dalam negara kesatuan Republik Indonesia ini. Pertama , karena secara konseptual sistem pemerintahan presidensial memang satu-satunya alternatif terhadap sistem pemerintahan parlementer. Seperti kita ketahui, hampir seluruh Pendiri Negara menyadari kelemahan sistem parlementer seperti yang mereka saksikan di Eropa Barat, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Jadi, kalau menolak sistem pemerintahan parlementer, pilihannya otomatis ya sistem pemerintahan presidensial. Kedua , oleh karena sistem pemerintahan presidensial ini dirasa mampu mewadahi konsep tradisional ‘manunggaling kawulo lan gusti' serta gagasan democratie met leiderschap yang sudah lama ditimang-timang oleh sebagian pemimpin pergerakan Indonesia sejak sebelum Perang Dunia Kedua, antara lain oleh Prof. Mr. Dr. Soepomo dan Ki Hajar Dewantara. Tidak mustahil ada penjelasan ketiga , yaitu oleh karena sistem pemerintahan presidensial bisa dioperasikan sebagai suatu updated version dari pemerintahan monarki absolut yang sering terdapat di kerajaan-kerajaan tradisional Indonesia sendiri, yang wujud konkritnya dalam konteks sejarah Mataram sudah dijelaskan demikian jernih oleh Soemarsaid Murtono. Dan penjelasan keempat , yaitu belum disadarinya secara penuh akibat yang mungkin timbul dari kombinasi sistem pemerintahan presidensial dalam suatu negara kesatuan, seperti yang kita alami dalam dasawarsa-dasawarsa sesudahnya.
Namun ada suatu teka teki lain, yaitu mengapa Drs. Mohammad Hatta, yang sejak mudanya memperjuangkan konsep daulat rakyat , tidak begitu gigih menolak sistem pemerintahan yang berpotensi mereduksi kedaulatan rakyat yang demikian dekat di hati beliau? Perkiraan saya, selain beliau juga menolak sistem pemerintahan parlementer yang beliau saksikan sendiri sewaktu studi di negeri Belanda antara tahun 1921-1932, juga oleh karena beliau merasa berhasil memperjuangkan suatu klausul pengamanan terhadap sistem pemerintahan presidensial ini, yaitu Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945, yang mengakui hak rakyat untuk menyatakan pendapat secara lisan dan tulisan. Beliau nampaknya yakin bahwa hak rakyat untuk menyatakan pendapat secara lisan dan tulisan ini akan dapat mencegah suatu hal yang sangat dikhawatirkan beliau, yaitu penyalahgunaan kekuasaan pemerintahan. Dengan kata lain, Hatta memandang sistem pemerintahan presidensial sebagai the lesser evil, yang masih bisa dikendalikan melalui kebebasan rakyat untuk menyatakan pendapat.
Bagaimana pengalaman sejarah kita mengenai sistem pemerintahan ini sejak tahun 1945?  Pengalaman kita memang menunjukkan dengan sangat meyakinkan betapa tidak andalnya suatu sistem pemerintahan parlementer bagi Indonesia yang bermasyarakat majemuk, dan sedang berjuang untuk membangun kesejahteraan rakyatnya. Dengan kata lain, penolakan para Pendiri Negara terhadap sistem pemerintahan parlementer ada benarnya. Kabinet jatuh bangun dalam waktu singkat akibat sengketa partai-partai yang berkoalisi, yang selalu berujung pada penarikan menteri-menterinya. Jatuh bangunnya kabinet berarti tidak dapat dilaksanakannya dengan mantap program-program yang telah ditetapkan.
Namun, juga sangat jelas bahwa sistem pemerintahan presidensial yang diharapkan akan dapat memberikan stabilitas pemerintahan, ternyata juga mempunyai kelemahan seperti yang dikhawatirkan Hatta, yaitu kecenderungan sentralisme yang nyaris mematikan kreativitas dan prakarsa penduduk, yang terjadi selama hampir empat dasawarsa, antara tahun 1959 – 1998. Demikianlah, sistem pemerintahan presidensial yang dianut oleh Undang-Undang Dasar 1945 pra-amandemen 1999-2002 telah ‘melahirkan' dua orang presiden Indonesia yang amat besar kekuasaannya dan karena itu telah mengambil keputusan-keputusan yang nyaris tidak dapat dikoreksi siapapun juga, baik di tingkat pusat, juga ---atau apalagi--- di tingkat daerah. Kedua presiden ini naik dan jatuh dalam situasi krisis nasional, baik dalam bidang ekonomi maupun dalam bidang politik.
Gerakan Reformasi sejak tahun 1998 memungkinkan ditatanya kembali sistem pemerintahan melalui empat kali amandemen Undang-Undang Dasar 1945 antara tahun 1999 sampai dengan tahun 2002. Dewasa ini kita masih menganut sistem pemerintahan presidensial dalam suatu bentuk negara kesatuan, tetapi bersamaan dengan itu titik berat kekuasaan telah beralih dari presiden ke parlemen, yang pada saat ini mempunyai kekuasaan yang amat besar, bukan hanya dalam legislasi, anggaran, dan pengawasan pemerintahan, tetapi juga bidang-bidang yang tradisional termasuk dalam executive privilege, seperti pengangkatan duta-duta besar.
Suatu masalah baru ternyata telah timbul sewaktu seorang tokoh nasional yang populer terpilih sebagai presiden dengan mayoritas suara yang meyakinkan, tetapi partainya sendiri tidak memperoleh dukungan suara yang memadai di parlemen, yang kini mempunyai kekuasaan demikian besar. Mau tidak mau, presiden harus memperhitungkan kekuatan parlemen ini, walau sesungguhnya jika perlu, presiden bisa meng- appeal langsung kepada rakyat. Namun hal itu jelas tidak mudah dilakukan, sehingga sistem pemerintahan presidensial Indonesia pasca amandemen Undang-Undang Dasar 1945 bisa disifatkan sebagai suatu ‘sistem pemerintahan presidensial dengan rasa parlementer'.
Demikianlah, kelihatannya kita masih tetap bagaikan terombang-ambing antara sistem pemerintahan parlementer yang secara formal telah ditolak, dengan sistem pemerintahan presidensial yang kelihatan masih belum memperoleh formatnya yang tepat. Baru tiga bulan Undang-Undang Dasar 1945 berlaku, pada bulan Oktober 1945 telah keluar Maklumat Wakil Presiden yang mengangkat Sjahrir sebagai Perdana Menteri yang bertanggung jawab kepada Komite Nasional Indonesia Pusat, semacam parlemen, yang secara efektif telah mengubah sistem pemerintahan presidensial menjadi sistem pemerintahan parlementer. Selama sepuluh tahun berikutnya, antara tahun 1949 sampai dengan tahun 1959, baik Konstitusi Republik Indonesia Serikat tahun 1949 maupun Undang-Undang Dasar Sementara tahun 1950 menganut sistem pemerintahan parlementer ini. Seperti dapat diduga, walau bisa diacungi jempol dalam memberi peluang bagi kekuatan-kekuatan demokratis, namun pemerintahan parlementer ini selain tidak mampu menyejahterakan rakyat, juga tidak berhasil memadamkan rangkaian pemberontakan yang terjadi berlarut-larut hampir di seluruh daerah di Indonesia.
Seluruh gonjang ganjing itu diharapkan berakhir mulai tahun 1959, dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, sewaktu Republik Indonesia menganut kembali sistem pemerintahan presidensial. Sejarah menunjukkan bahwa sistem pemerintahan presidensial berdasar Undang-Undang Dasar 1945 yang dilaksanakan ‘secara murni dan konsekwen' ini bisa menyajikan pemerintahan yang lebih stabil ---kendati semu--- dan jika dikelola dengan baik dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme dapat memberikan dasar-dasar kesejahteraan rakyat. Hal itu terlihat antara tahun 1969-1983. Namun sistem pemerintahan presidensial dalam bentuk negara kesatuan ini juga mengandung time bomb yang berbahaya, yaitu jika integritas the incumbent president serta lingkungannya dapat dikompromikan oleh demikian banyak godaan kekuasaan. Hal itu terjadi antara tahun 1984 – 1997. Demikian banyak keputusan-keputusan strategis telah dibuat oleh presiden yang mempunyai kekuasaan yang teramat besar tersebut, yang dalam jangka pendek dan menengah memberi kesan mampu memenuhi aspirasi dan kepentingan orang banyak, tetapi bersamaan dengan itu tanpa dapat dihambat juga memberikan lebih banyak kepada ‘aspirasi dan kepentingan' lingkaran dalam kepresidenan. Sejarah membuktikan bahwa sistem pemerintahan presidensial dalam bentuk yang merosot ini mempunyai akibat yang fatal bagi bangsa dan negara dalam perspektif jangka panjang. Beberapa contoh yang dapat dikutip dalam hal ini adalah kebijakan melakukan pinjaman luar negeri dalam jumlah yang amat besar, serta eksploitasi sumber daya alam yang habis-habisan, diiringi oleh tumbuh dan berkembangnya korupsi, kolusi, dan nepotisme. Sebagai akibatnya, sejak tahun 1997 sampai sekarang, Indonesia terjerat dalam krisis ekonomi yang berkepanjangan, yang belum terlihat tanda-tanda kapan akan berakhirnya. Seluruhnya itu berlangsung pada saat negara-negara Asia lainnya bukan saja sudah pulih tetapi juga sudah mulai melejit.
Ringkasnya, kita menganut sistem pemerintahan parlementer selama 14 tahun, baik bentuk negara federal maupun dalam bentuk negara kesatuan, yang disusul oleh sistem pemerintahan presidensial dalam bentuk negara kesatuan selama 47 tahun berikutnya. Sistem pemerintahan presidensial dalam bentuk negara kesatuan ini berlangsung baik dengan format lama yang memberikan kekuasaan penuh hampir tanpa batas kepada presiden, maupun dalam format baru yang memberikan kekuasaan yang amat besar kepada parlemen. Ternyata seluruhnya belum berhasil mewujudkan dua tujuan nasional dan empat tugas pemerintahan yang tercantum demikian lugas dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang tidak akan diubah lagi.
0

Demokrasi dan Perkembangannya

Hampir semua definisi tentang demokrasi semata-mata mengenai demokrasi sebagai bentuk ketatanegaraan, hal ini di sangkal oleh BONGER karena demokrasi pernah juga terdapat di luar lapangan ketatanegaraan.
Demokrasi adalah suatu bentuk pimpinan kolektivitet berpemerintah sendiri, dalam hal mana sebagian besar anggota-anggotanya turut ambil bagian dengan tidak mempersoalkan apakah ini suatu pergaulan hidup paksaan seperti Negara atau suatu perkumpulan yang merdeka.
Mulai dari zaman Yunani purba, demokrasi sebagai asas yang dipergunakan dalam kehidupan ketatanegaraan yang bersejarah dan dengan demikian mulailah juga apa yang disebut orang “sejarah demokrasi”. Pada zaman Yunani purba mulailah timbul “demokrasi langsung” atau “demokrasi kuno” sampai pada perkembangannya mencapai “demokrasi tidak langsung”, “demokrasi perwakilan” atau “demokrasi modern” yang mulai lahir sekitar abad ke XVII dan abad XVIII, yaitu masa perkembangannya ajaran para sarjana Hukum alam.
Atas dasar cara penyalurannya kehendak rakyat atau cara untuk mengikutsertakan rakyat dalam pemerintahan demokrasi, demokrasi dapat berupa :

1.Demokrasi langsung (dalam masa Yunani purba), dimana rakyat secara langsung mengutamakan kehendaknya dalam rapat yang dihadiri seluruh rakyatnya. Demokrasi semacam ini hanya mungkin di jalankan dalam suatu Negara kecil seperti dalam Negara kota (citystate) di Athena (Yunani) dulu. Dalam demokrasi langsung ini rakyat secara langsung turut serta dalam pemerintahan, baik dalam pembuatan undang-undang dan peraturan-peraturan (legislative) maupun dalam pelaksanaan undang-undang atau peraturan tersebut (eksekitif) ataupun dalam peradilan (judikatif).
Menurut J.J. ROUSSEAU bahwa demokrasi langsung ini adalah satu-satunya demokrasi yang tepat. Tetapi karena jumlah penduduknya yang berjuta tidak mungkin untuk mengumpulkan mereka dalam musyawarah bersama-sama. Karena itu zaman modern ini dilaksanakan dengan jalan perwakilan, yaitu pada dan dilakukan oleh orang-orang tertentu yang untuk itu mereka dipilih oleh rakyat.
Pada perinsipnya kita dapat membedakan adanya tiga kerangka dalam pola pelaksaan demokrasi sekarang ini, yaitu :
a.sistem eksekutif parlementer (Eropa Barat, Inggris).
b.Sistem eksekutif presidensil (Amerika Serikat).
c.Sistem Campuran demokrasi perwakilan dan demokrasi langsung (Swiss).
Bentuk-bentuk yang lain umumnya hanya merupakan modifikasi saja dari ketiganya, bentuk ini dengan beberapa perubahan.
Athene lama adalah suatu demokrasi pada abad kelima dan ke empat sebelum masehi, sama sekali berlainan daripada demokrasi umat manusia yang primitif dan demokratis zaman sekarang (modern). Demokrasi sebelum sejarah (primitive) mempunyai susunan yang homogen, yaitu didukung oleh penduduk yang tidak begitu terpecah belah karena pertentangan-pertentagan masyarakat yang tajam. Jumlah budak jumlahnya lebih dari separuh penduduk, jadi demokrasi di Athena hanya meliputi golongan kecil saja, sehingga dapat di sebut “demokrasi golongan pertengahan”.

2.Demokrasi dengan perwakilan (demokrasi representative), dimana bentuk penyaluran kehendaknya rakyat memilih wakil-wakilnya untuk duduk dalam badan perwakilan. Di Negara-negara modern sekarang ini pada umumnya dijalankan demokrasi dengan perwakilan. Pelaksanaan demokrasi dengan perwakilan biasanya dilakukan dengan melalui pemilihan umum, itulah sebabnya pemilihan umum merupakan salah satu ciri dari pemerintahan yang demokratis.
Dalam abad XVIII terutama ajaran MOMPESQUIEU tahun 1688 sampai 1755 yang telah mengemukakan ajaran tentang pemisahan kekuasaan, yang kemudian terkenal dengan nama Trias Politika, dan karena ajaran inilah yang justru akan menentukan tipe demokrasi modern dan ajaran J.J. ROUSSEAU (1712-1778) yaitu ajaran kedaulatan rakyat yang justru tidak dapat dipisahkan dengan demokrasi.
Istilah demokrasi berasal dari dua perkataan Yunani, “Demos” dan “Cratein”, demos berarti rakyat dan cratein berarti pemeriuntahan, jadi demokrasi berarti pemerintahan oleh rakyat, yaitu dengan perantara wakil-wakilnya yang mereka pilih secara bebas, yang kemudian diartikan pemerintaha dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat, yang dimaksid dengan demokrasi kuno adalah hanya segolongan saja, dari penduduk neghara, yaitu mereka yang tergolong sebagai orang-orang yang merdeka, sedang orang-orang yang menjadi budak dianggap tidak mempunyai hak-hak apapun, bahkan dipandang sebagai benda mati yang dapat di perjual belikan.
Demokrasi menurut pengertian kuno dimana kekuasaan terletak di tangan sejumlah orang-orang yang di pertuan atau orang yang mempunyai kedudukan penting dalam masyarakat karena keturunan (bangsawan) yang tidak tergolong sebagai budak.
Demokrasi modern timbul oleh dan setelah revolusi Prancis dan pada idea kedaulatan rakyat dari J.J ROUSSEAU (1712-1778).
Menurut BONGER secara teoritis mengemukakan adanya 2 pengertian demokrasi, yaitu :
a.demokrasi formil
b.demokrasi materil
yang dimaksud demokrasi secara formil adalah hanya mengandung pengakuan bahwa faktor yang menentukan dalam negara ialah kehendak rakyat yang kemudian menjadi sebagian besar dari rakyat, tetapi tidak ada suatu batasan untuk menjamin kemerdekaan seseorang. Jadi demokrasi formil adalah demokrasi yang menjunjung tinggi persamaan dalam bidang politik tanpa disertai usaha-usaha untuk mengurangi atau menghilangkan perbedaan-perbedaan dalam bidang ekonomis. Demokrasi formil dinamakan juga demokrasi liberal.
Sedangkan yang dimaksud dengan demokrasi dalam arti materil ialah bahwa inti dari demokrasi itu terletak dalam jaminan yang diberikan terhadap hak-hak yang berdasar pada pengakuan kemerdekaan tiap-tiap orang yang menjadi warga negara. Jadi demokrasi materil ialah demokrasi yang menitik beratkan kepada usaha-usaha untuk menghilangkan perbedaan dalam bidang ekonomi.
Perkembangan selanjutnya, pengertian demokrasi materil-lah yang semakin lama semakin memberi pengaruh dalam pengertian demokrasi sampai dewasa ini.hal tersebut sesuai dengan teori PERIKLES yang mengemukakan teori tentang “demokrasi sejati” di mana dapat dilihat mengenai maksud dan tujuan demokrasi, yaitu realisasi kemerdekaan dan persamaan martabat yang prinsipel dari warga negara.
Dalam zaman modern ini kedua pengertian (demokrasi formil dan demokrasi materil) dikombinasikan, yaitu :
1.unsur formil ditandai dengan adanya sistem pemungutan suara “setengah tambah satu”
2.unsur materiel ditandai dengan keharusan adanya fair play dalam pembentukan kekuasaan dan pimpinan negara.
Dengan demikian apabila pengertian tersebut di atas di terapkan dalam zaman modern ini, demokrasi adalah “suatu susunan masyarakat yang didasarkan kepada kemerdekaan politik dan kebebasan rohaniah bagi rakyat serta pada prinsip terjadilah persamaan hak dari setiap orang terhadap undang-undang. Jadi demokrasi sekarang pada hakekatnya tidak hanya menyatakan suatu sistem pemerintahan, tetapi juga merupakan dasar pengertian mengenai sikap dan cara hidup. Maka kata demokrasi mengandung pengakuan atas :
A.hak-hak asasi kebebasan dasar manusia
B.prinsip pluralitas dan relativita dalam kondisi selera dan kepentingan manusia.
C.Adanya macam-macam sifat
D.Sikap dan cara hidup yang menjamin toleransi
E.Hak-hak asasi dan kebebasan dasar manusia setiap orang dan setiap satuan masyarakat
F.Bahwa berdasarkan hak-hak asasi kebebasan demi manusia
G.Bahwa pelaksanaan dan pengawasan atas kepentingan umum sebaiknya dilakukan secara kolektif atas tanggung jawab bersama.
Munurut R.M. Mac Iver :
“democracy differs from all other forms of government in that it postulates the free organization of opposing opinions”
Berlainan dengan partai politik itu, dapat dibedakan negara demokrasi dengan sistem dua partai dengan sistem banyak partai. Perlu diketahui bahwa negara dengan satu partai bukanlah negara demokrasi, melainkan negara oligarki dengan bentuk diktator.
Sistem dua partai
1. Di Inggris, baik di bidang urusan-urusan dengan luar negeri, maupun urusan-urusan dalam negeri pada masa itu mengalami kemajuan pesat dengan opposing opinion itu.
Sesudah perang dunia I menjelmalah partai konservatif dan partai buruh (labour).
Sesudah perang dunia ke II : perbaikan nasib kaum buruh yang banyak jasanyadalam produksi alat-alat perang sehingga pemilihan umum menjelang akhir perang ke II suara terbanyak rakyat inggris jatuh pada partai buruh.
2. Di Amerika juga di pratekkan sistem dua partai yaitu, partai Demokrat dan partai Republik. Ada partai-partai lain tetapi tidak mendapat kursi dalam Lembaga Perwakilan Rakyat.
Sistem banyak partai
indonesia, perancis, nederland, jerman, dan italia mempraktekan multi-partai system.
c. demokrasi dan hubunga kekuasaan
dalam negara-negara demokratis hubungan kekuasaan antara badan-badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif adalah berbeda-beda. Ajaran MONTESQUIEU yang membedakan adanya tiga kekuasaan negara yaitu :
1.kekuasaan yang besifat mengatur atau menetukan peraturan.
2.kekuasaan yang bersifat melaksanakan peraturan tersebut.
3.kekuasaan yang bersifat mengawasi pelaksanaan peraturan tesebut.
Ketiga kekuasaan ini harus didistibusikan kepada beberapa organ, maksudnya satu organ itu hanya memegang satu kekuasaan saja, yaitu :
1.kekuasaan perundang-undangan diserahkan kepada badan legislatif.
2.kekuasaan pelaksanaan diserahkan kepada badan eksekutif.
3.kekuasaan pengawasan diserahkan kepada badan judikatif
tujuan utama dari Montesquieu adalah untuk mencegah jangan sampai terjadi bahwa suatu organ yang telah memegang satu jenis kekuasaan itu memegang kekuasaan yang lain.
2.Demokrasi Barat dan Demokrasi Rusia.
Di eropa barat kita mengenal du revolus, yaitu revolusi di inggris dan revolusi di perancis yang pada prinsipnya merupakan pemberontakan golongan menengah, golongan borjuis terhadap kaum bangsawan dan golongan pejabat gereja, uang pada waktu itu merupakan teras-teras kerajaan.
Revolusi di inggris berakhir dengan kemenangan golongan menengah tetapi dalam kenyataannya tidaklah untuk sepenuhnya, karena kerajaan tetap dengan mahkotanya.
Revolusi di perancis mempunyai tendens lain, yaitu menghapuskan kekuasaan kerajaan dan gereja. Revolusi di Rusia merupakan kemenangan ideologi yang mempunyai cita-cita untuk menyusun masyarakat yang di dasarkan pada teori historisch-matrealisme, dengan langkah menghancurkan kapitalisme dan hak milik perorangan.
Titik berat demokrasi Barat adalah pada kemerdekaan bergerak, berfikir dan mengeluarkan pendapat. Sedang demokrasi di Rusia berasas sosialis dan dititik beratkan pada paham kesamaan, yang menghapuskan pertentangan kelas, hak-hak rakyat untuk bergerak di lapangan polotik di akui oleh undang-undang. Karena itu kekuasaan harus ditangan kaum proletariat. Sedang unsur kemerdekaan tidak di hiraukan.
3.Tiga Pola Dasar (Type) Demokrasi Modren.
Dalam perkembangan sejarah ketatanegaraan terjadilah beberapa penafsiran terhadap ajaran Trias Politika dari Montesquieu, dan dalam pelaksanaannya ada tiga macam penafsiran (inteprestasi).
a. Demokrasi yang representatif dengan sistem parlementer.
b. Demokrasi yang representatif dengan sistem pemisahan kekuasaan.
c. demokrasi yang representatif dengan sistem refrendum.
Apabila ke tiga pemerintahan tersebutr dihubungkan dengan demokrasi modern , kita akan mendapat tiga daripada demokrasi modern sebagai berikut :
1.demokrasi atau pemerintah an perwakilan rakyat yang representatif dengan sistem pemisahan kekuasaan tetapi diantara badan-badan yang diserahkan kekuasaan itu, terutama antara antara badan legislatif dengan badan eksekutif, ada legislatif dengan badan eksekutif, ada hubungan yang timbal balik, dan dapat saling mempengaruhi sistem parlementer atau sistem kabinet atau sistem eksekutif perlementer.
Menurut MAURICE DUVERGER, bahwa tipe negara yang menganut pola inggris ini mempunyai tiga macam ciri, yaitu :
Demokratis
Dapat dibuktikan cara-cara pemilihan para pangreh. Terkecuali raja inggris dan para anggota House of Lords, para pengerah itu dipilih dalam suatu pemilihan umum yang bebas dan rahasia.
Parlementer
ciri parlementer ini menunjukan dianutnya sistem pemerintahan parlementer atau dinamakan Cabinet Government adalah suatu pemerintahan dimana king/ kabinet/pemerintah harus bertanggung jawab kepada parlement. Jadi demokrasi (pemerintahan Perwakilan Rakyat) yang representetif dengan sistem parlementer di inggris ini ada hubungannya dengan parlemen (legislatif) dengan kabinet (dewan menteri, eksekutif). Kabinet bertanggung jawab kepada parlement.
Liberal.
2.demokrasi atau pemerintahan perwakilan rakyat yang representatif dengan sistem pemisahan kekuasaan secara tegas atau sistem presidensil. Dalam sistem (pemerintahan) presidensil di amerika Serikat hubungan antara badan legislatif dengan badan eksekutif dapat dikatakan tidak ada, jadi secara prinsipel bebas. Artinya badan eksekutif badan eksekutif tidak bertanggung jawab kepada badan perwakilan rakyat.
0

Hubungan Hukum Administrasi Negara dengan Ilmu Hukum lainnya.

Dalam sistematika Ilmu Hukum, Hukum Administrasi Negara termasuk dalam hukum publik dan merupakan bagian dari pada hukum Tata Negara. Dilihat dari sejarahnya sebelum abad 19 Hukum Administrasi Negara menyatu dengan Hukum Tata Negara dan baru setelah abad ke 19 Hukum Administrasi Negara berdiri sendiri sebagai suatu disiplin ilmu hukum tersendiri.
Pada pertengahan abad 20 Hukum Administrasi Negara berkembang dengan pesat sebagai akibat tuntutan timbulnya Negara hukum modern ( welfarestate ) yang mengutamakan kesejahteraan rakyat.
Hukum Administrasi Negara sebagai suatu disiplin ilmiah tersendiri dapat dilihat dalam teori Residu dari Van Vallen Hoven yang membagi seluruh materi hukum itu secara terperinsi sebagai berikut :
1. Hukum Tata Negara (materiil)
a. Pemerintahan
b. Peradilan
c. Kepolisian
2. Hukum Perdata ( materiil)
3. Hukum Pidana (materiil)
a. Hukum Pemerintahan
b. Hukum Peradilan
a. Peradilan Tata Negara
b. Hukum Acara Perdata
c. Hukum Acara Pidana
d. Hukum Peradilan Tata Usaha Negara


Ilmu Hukum Administrasi Negara Sebagai suatu disiplin ilmiah tersendiri maka harus ditentukan batasan-batasan serta hubungan-hubungan antara ilmu Administrasi Negara dengan beberapa cabang ilmu hukum lainnya seperti Hukum Tata Negara, Hukum Perdata, Hukum Pidana dan Ilmu Pemerintahan yang akan dibahas di bawah ini :
1. Hubungan Hukum Administrasi Negara dengan Hukum Tata Negara dilihat dari segi sejarah bahwa sebelum abad ke 19 Hukum Administrasi Negara menyatu dengan Hukum Tata Negara dan baru setelah abad ke 19 Hukum Administrasi Negara berdiri sendiri.
2. Hukum Kepolisian. Kepolisian dalam arti sebagai alat administrasi Negara yang sifat preventif misalnya pencegahan dalm bidang kesehatan, penyakit flu burung, malaria, pengawasan dalam pembangunan, kebakaran, lalu lintas, lalulintas perdagangan ( Ekspor-Impor).
3. Hukum Kelembagaan, yaitu administrasi wajib mengatur hubungan hukum sesuai dengan tugas penyelenggara kesejahtreaan rakyat missal dalam bidang pendidikan, rumah sakit, tentang lalu lintas ( laut, udara dan darat), Telkom, BUMN, Pos, pemeliharaan fakir miskin, dan sebagainya.
4. Hukum Keuangan, aturan-aturan tentang keuangan Negara, missal pajak, bea cukai, peredaran uang, pembiayaan Negara dan sebagainya.
0

Legislatif & Eksekutif

Kekuasaan Legislatif
Legislatif adalah badan deliberatif pemerintah dengan kuasa membuat hukum. Legislatif dikenal dengan beberapa nama, yaitu parlemen, kongres, dan asembli nasional. Dalam sistem Parlemen, legislatif adalah badan tertinggi dan menujuk eksekutif. Dalam sistem Presiden, legislatif adalah cabang pemerintahan yang sama, dan bebas, dari eksekutif. Sebagai tambahan atas menetapkan hukum, legislatif biasanya juga memiliki kuasa untuk menaikkan pajak dan menerapkan budget dan pengeluaran uang lainnya. Legislatif juga kadangkala menulis perjanjian dan memutuskan perang.

Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi. Daerah provinsi itu dibagi lagi atas daerah kabupaten dan daerah kota. Setiap daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang. Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat. Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.
Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis.
Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah. Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.
Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang. Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.
Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.
Pemerintahan Daerah Provinsi terdiri atas Pemerintah Daerah Provinsi dan DPRD Provinsi.
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kotaterdiri atas Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan DPRD Kabupaten/Kota
DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah. DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. DPRD mempunyai tugas dan wewenang. DPRD mempunyai hak: (a). interpelasi; (b). angket; dan (c). menyatakan pendapat.
Alat kelengkapan DPRD terdiri atas: (a). pimpinan; (b). komisi; (c). panitia musyawarah; (d). panitia anggaran; (e). Badan Kehormatan; dan (f). alat kelengkapan lain yang diperlukan. Anggota DPRD mempunyai hak dan kewajiban. Anggota DPRD mempunyai larangan dan dapat diganti antar waktu. Ketentuan tentang DPRD sepanjang tidak diatur dalam Undang-Undang mengenai pemerintahan daerah berlaku ketentuan Undang-Undang yang mengatur Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
Hubungan antara pemerintah daerah dan DPRD merupakan hubungan kerja yang kedudukannya setara dan bersifat kemitraan. Kedudukan yang setara bermakna bahwa diantara lembaga pemerintahan daerah itu memiliki kedudukan yang sama dan sejajar, artinya tidak saling membawahi. Hal ini tercermin dalam membuat kebijakan daerah berupa Peraturan Daerah. Hubungan kemitraan bermakna bahwa antara Pemerintah Daerah dan DPRD adalah sama-sama mitra sekerja dalam membuat kebijakan daerah untuk melaksanakan otonomi daerah sesuai dengan fungsi masing-masing sehingga antar kedua lembaga itu membangun suatu hubungan kerja yang sifatnya saling mendukung bukan merupakan lawan ataupun pesaing satu sama lain dalam melaksanakan fungsi masing-masing.

Di Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah unsur penyelenggara Pemerintah Daerah yang merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah.
DPRD terdiri dari:
DPRD Provinsi, berada di setiap provinsi di Indonesia
DPRD Kabupaten/Kota, berada di setiap kabupaten/kota di Indonesia.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) merupakan wakil-wakil dari rakyat di wilayah atau di daerah setempat. Dewan inilah yang menjadi jembatan sebagai penghubung komunikasi antara rakyat dengan pemerintah daerah setempat.

Kekuasaan Eksekutif
1.Latar Belakang
Negara yang melindungi kepentingan keseluruhan rakyat (demokratis) adalah negara yang melakukan “Distribusi of Power” dalam semua aspek dalam pelaksanaan kehidupan bengsa dan Negara secara merata dan seimbang. Namun pada kenyataannya Negara yang menjalankan system pemerintahan yang memusatkan kekuasaan kepada raja (monarki), pada umumnya kekuasaan terkonsentrasi pada satu tempat (pemerintahan pusat saja). Artinya tidak dilakukan pembagian (distribusi) secara baik dan merata kepada keseluruhan rakyat. Kenyataan ini menyebabkan terjadinya hambatan (barrier) untuk terciptanya system pemerintahan yang berjalan secara cepat dan lancar serta mudah dalam mencapai tujuan nasional yang telah ditetapkan oleh suatu Negara. Keadaan ini melahirkan pemikiran dari pada para filosof bahwa kenyataan seperti tersebut diatas tidak boleh secara terus menerus terjadi sehingga lahirlah sebuah konsep mengenai pemisahan kekuasaan (Trias Politica) oleh Montesqiau dan John Locke. Konsep pemisahan kekuasaan tersebut adalah bahwa kekuasaan perlu dipisahkan dalam tiga prinsip yang meliputi kekuasaan legislative, eksekutif dan yudikatif . Tujuannya adalah untuk melakukan perubahan terhadap system pemusatan kekuasaan pada pemerintahan pusat ( monarki) kepada pemerintahan yang membagi kekuasaan pemerintahan (Negara) kepada keseluruhan rakyat demokrasi) sehingga proses pembangunan nasional suatu Negara dapat berjalan cepat, lancar dan mudah bagi kesejahtraan seluruh rakyat suatu Negara.

2. Pengertian
Badan Eksekutif adalah merupakan badan pelaksana undang-undang yang dibuat oleh Badan Legislatif bersama dengan Pemerintah. Badan ini memiliki ruanglingkup tugas dan fungsi yang luas serta perangkat institusi pendukung dalam berbagai aspek dan keahlian yang dapat memberi dukungan (support) bagi percepatan pelayanan masyarakat ( public service) dan pencapaian tujuan pembangunan nasional. Badan eksekutif ini dikepalai oleh Raja, Presiden serta dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya dibantu oleh para Kabinet (menteri).
Badan Eksekutif dalam arti yang luas mencakup para pegawai negeri sipil dan militer. Badan Eksekutif yang dimaksud dalam tulisan ini adalah badan eksekutif (pemerintahan dalam arti sempit).
Penerapan sistem badan eksekutif ini ikut ditentukan oleh sistem yang dianut oleh badan eksekutif dalam suatu negara yang menerapkanya. Sistem yang dianut dimaksud ada yang sistem presidensiil dan ada yang parlementer.
Dalam system presidensiil menteri-menteri merupakan pembantu presiden dan langsung dipimpin olehnya, sedangkan dalam system parlementer para menteri dipimpin oleh seorang perdana menteri. Dalam system parlementer perdana menteri beserta menteri-menterinya dinamakan “bagian dari badan eksekutif yang bertanggungjawab”, sedangkan raja dalam monarki konstitusionil dinamakan “bagian dari badan eksekutif yang tidak dapat diganggu-gugat” (the king can do no wrong).

Jumlah anggota badan eksekutif jauh lebih kecil daripada jumlah anggota badan legislatif, biasanya berjumlah 20-30 orang, sedangkan ada badan legislative yang anggotanya sampai 1000 orang lebih. Badan eksekutif yang kecil dapat bertindak cepat dan memberi pimpinan yang tepat dan efektif, dalam hal ini ia berbeda dengan badan legislative yang biasanya terlalu besar untuk mengambil keputusan dengan cepat.

2.Tugas dan wEWeNANG bADAN eKSEKUTIF

Tugas badan eksekutif, menurut tafsiran tradisionil azas trias politica, hanya melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh badan legislative serta menyelenggarakan undang-undang yang dibuat oleh badan legislatif. Akan tetapi dalam pelaksanaannya badan eksekutif leluasa sekali ruang geraknya. Jaman modern telah menimbulkan paradoks bahwa lebih banyak undang-undang yang diterima oleh badan legislative dan yang harus dilaksanakan oleh badan eksekutif, lebih luas pula ruang lingkup kekuasaan badan eksekutifnya.

Disamping itu jelas kelihatan dalam perkembangan negara modern bahwa wewenang badan eksekutif dewasa ini jauh lebih luas daripada hanya melaksanakan undang-undang saja. Kadang-kadang malahan dikatakan bahwa dalam negara modern badan eksekutif sudah mengganti badan legislative sebagai pembuat kebijaksanaan yang utama. Perkembangan ini terdorong oleh banyak factor, seperti perkembangan teknologi, proses modernisasi yang sudah berjalan jauh, semakin terjalinnya hubungan politik dan ekonomi antar negara, krisis ekonomi dan revolusi social. Akan tetapi meluasnya peranan negara terutama disebabkan karena menyelenggarakan kesejahteraan rakyatnya merupakan tugas pokok dari setiap negara dewasa ini, apalagi jika ia tergolong negara kesejahteraan (Welfare State). Negara Kesejahteraan menjamin bagi warga negaranya tersedianya aspek-aspek minimal dari pendidikan, pelayanan kesehatan, perumahan, pekerjaan, dan sebagainya dan karena itu kegiatannya mempengaruhi hampir semua aspek kehidupan masyarakat.

Keuntungan yang dimiliki oleh badan eksekutif dalam tugasnya adalah :
1.Memiliki tenaga kerja yang trampil dan ahli
2.Memiliki fasilitas dan perangkat kerja yang lengkap dibandingkan dengan badan legislative.
3.Memiliki institusi kementerian yang memiliki jaringan hingga ke tingkat kelurahan atau desa, sebaliknya, keahlian serta fasilitas yang tersedia bagi badan legislative jauh lebih terbatas.

Melihat keuntungan Badan legislatif diatas, tidak berarti bahwa peranan badan legislative tidak ada artinya. Di dalam negara demokratis dia tetap penting untuk menjaga jangan sampai badan eksekutif keluar dari garis-garis yang telah ditentukan oleh badan legislative, dan tetap merupakan penghalang atas kecenderungan yang terdapat pada hampir setiap badan eksekutif untuk memperluas ruang lingkup wewenangnya. Akan tetapi, dalam usaha negara untuk meningkatkan tingkat penghidupan rakyatnya badan eksekutiflah yang diharapkan memberi bimbingan, pengarahan dan kepemimpinan nasional yang dinamis.

Menurut Miriam Budiardjo, dalam buku dasar-Dasar Ilmu Politik, Kekuasaan badan eksekutif mencakup beberapa bidang yaitu :
1.Diplomatik : menyelenggarakan hubungan diplomatik dengan negara-negara lain
2.Administratif : melaksanakan undang-undang serta peraturan lain dan menyelenggarakan administrasi negara.
3.Militer : mengatur angkatan bersenjata, menyelenggarakan perang serta keamanan dan pertahanan negara.
4.Yudikatif : memberi grasi, amnesty dan sebagainya
5.Legislatif : merencanakan rancangan undang-undang dan membimbingnya dalam badan perwakilan rakyat sampai menjadi undang-undang.


3. BADAN EKSEKUTIF DI INDONESIA

Dalam masa pra Demorasi Terpimpin, yaitu November 1945 sampai Juni 1959, kita kenal badan eksekutif yang terdiri dari presiden, sebagai bagian dari badan eksekutif yang tak dapat diganggu gugat, dan menteri-menteri yang dipimpin oleh seorang perdana menteri dan yang bekerja atas dasar azas tanggung jawab menteri. Kabinet merupakan kabinet parlementer yang mencerminkan konstalasi politik dalam badan perwakilan rakyat. Hal ini sesuai dengan system parlementer yang dianut pada waktu itu. Sekalipun demikian ada beberapa kabinet yang dipimpin oleh wakil Presiden Moh. Hatta, yang karena itu dinamakan kabinet presidensiil.

Jumlah menteri dalam masa sebelum 27 Desember 1949 berkisar antara 16 (Kabinet Syahrir ke-1) dan 37 (Kabinet Amir Syarifudin ke-2). Jumlah menteri dalam masa sesudahnya berkisar antara 18 (Kabinet Wilopo) dan 25 (Kabinet Ali Sastroamidjojo ke-3). Para menteri dapat dibagi dalam beberapa golongan, yaitu menteri inti, menteri negara, sedangkan kadang-kadang juga terdapat menteri muda terutama dalam masa sebelum Desember 1949.

Mulai Juni 1959 Undang-Undang Dasar 1945 berlaku kembali dan menurut ketentuan Undang-Undang Dasar itu badan eksekutif teridiri dari seorang presiden, seorang wakil presiden beserta menteri-menteri. Menteri-menteri membantu presiden dan diangkat serta diberhentikan olehnya. Presiden dan wakil presiden dipilih oleh MPR dan presiden merupakan “Mandataris” dari MPR. Dia bertanggung jawab kepada MPR dan kedudukannya untergeordnet kepada MPR.

Presiden memegang kekuasaan pemerintah selama lima tahun yang hanya dibatasi oleh peraturan-peraturan dalam Undang-Undang Dasar di mana sesuatu hal yang diperlukan adanya suatu undang-undang. Selama masa itu presiden tidak boleh dijatuhkan oleh DPR, sebaliknya presiden tidak mempunyai wewenang untuk membubarkan DPR.

Presiden memerlukan persetujuan dari DPR untuk membentuk undang-undang dan untuk menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain. Begitu pula kalau presiden, dalam keadaan yang memaksa, menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai pengganti undang-undang, maka peraturan pemerintah itu kemudian harus mendapat persetujuan DPR. Selain dari itu presiden berwenang menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagai mestinya dan memegang kekuasaan tertinggi atas angkatan darat,angkatan laut dan angkatan undara. Sistem checks and balances seperti yang dikenal dalam system Amerika Serikat, di mana badan eksekutif dan legislative, sekalipun bebas satu sama lain, mengadakan check satu sama lain, tidak dikenal dalam system Undang-Undang Dasar 1945.

Dalam masa demokrasi terpimpin tidak ada wakil presiden. Sesuai dengan keinginannya untuk memperkuat kedudukannya, Ir. Soekarno oleh MPRS ditetapkan sebagai presiden seumur hidup. Begitu pula pejabat teras dari badan legislative (yaitu pimpinan MPRS dan DPR Gotong-Royong) dan dari badan yudikatif (yaitu Ketua Mahkamah Agung) diberi status menteri. Dengan demikian jumlah menteri mencapai jumlah lebih dari seratus. Selain dari itu, berdasarkan penetapan presiden no. 14 tahun 1960, presiden diberi wewenang untuk mengambil keputusan dalam keadaan anggota badan legislative tidak dapat mencapai mufakat mengenai suatu hal atau sesuatu RUU. Lagipula, dalam banyak hal presiden mengesampingkan DPR dengan jalan mengatur soal-soal peradilan, yaitu melalui undang-undang no. 19 tahun 1964. Undang-undang ini tegas menyimpang dari Undang-Undang Dasar 1945.

Dalam masa Demokrasi Pancasila Ketetapan MPRS yang memberi kedudukan presiden seumur hidup kepada Ir Soekarno telah dibatalkan.. Dengan Ketetapan MPRS No. XXXXIV tahun 1968 Jenderal Soeharto dipilih oleh MPRS sebagai Presiden. Jabatan Wakil Presiden untuk sementara tidak diisi. Dengan undang-undang ditetapkan bahwa menteri tidak boleh merangkap menjadi anggota DPR. Jumlah menteri dikurangi menjadi sekitar 23, yang kebanyakan dipilih atas dasar keahlian dalam rangka penyelenggaraan Rencana Pembangunan Lima Tahun yang menjadi program kabinet.

Dalam sidangnya pada tahun 1973 MPR telah memilih Jenderal Suharto sebagai Presiden Republik Indonesia dan Sri Sultan Hamengku Buwono IX sebagai Wakil Presiden.

Dalam masa demokrasi liberal pasca pemerintahan orde baru yaitu pada tahun 1999, praktek penyelenggaraan pemerintahan mengalami perubahan yang mendasar dari pada sebelumnya, terutama selama pemerintahan orde baru. Dalam proses pemilihan presiden dan wakil presiden pada tahun 1999, dilakukan oleh DPR /MPR secara lansgung melalui pemberian suara kedalam kotak suara yang disediakan oleh panitia pemilihan presiden dan wakil presiden yang ditetapkan oleh DPR/MPR. Kemudian kabinetnya dipilih oleh presiden dan wakil presiden yang terpilih. Pada masa ini kebinet ditetapkan oleh presiden dengan system kabinet nasional. Yaitu dimana para anggota cabinet dipilih oleh presiden dari unsure partai, professional dan daerah. Sehingga kabinetnya disebut dengan Gotong Royong.
Dalam masa demokrasi langsung tahun 2004, presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat melalui du tahap yaitu, tahap pertama (I) diikuti oleh 5 pasang calon presiden dan wakil presiden dan karena tahap pertama tidak menghasilkan suara terbanyak, maka dilanjutkan dengan pemilihan umum langsung tahap ke dua (II) dengan diikuti oleh pasangan yang memperoleh suara terbanyak 1 dan 2 dari pemilihan umum tahap pertama (I). Presiden dan wakil presiden yang terpilih dari pemilihan umum langsung tahap kedua (II) ini yaitu, Susilo Bambang Yudoyono (Presiden) dan Muhammad Yusuf Kalla (Wakil Presiden). Dalam menyusun kabinetnya, presiden menetapkan anggota kabinetnya dengan sistem zaken kabinet, yaitu dengan sistem penentuan orang yasng didasarkan atas keahlian, kemampuan dan kesediaannya dalam melakukan kerjasama dengan presiden. Meskipun komposisinya masih sama dengan kabinet sebelumnya yaitu direkrut dari kalangan partai politik pendukung, kalangan profesional dan unsur daerah. Kabinet ini diberi nama kabinet Indonesia Bersatu. Pertanggungjawabanya langsung kepada presiden karena dalam UUD 1945, keberadaannya adalah sebagai pembantu presiden.
0

PENYIMPANGAN HAK DAN TANGGUNG JAWAB DALAM KELUARGA

I. Pendahuluan
I.1. Latar Belakang
Arah baru kehidupan bangsa Indonesia di masa depan semakin tertuju pada model interaksi sosial yang mendambakan terwujudnya nilai-nilai demokrasi. Fenomena baru ini merupakan peluang emas yang terlalu mahal untuk diabaikan. Dengan demikian, upaya pengembangan nilai-nilai demokrasi, khususnya melalui domain keluarga dan kehidupan sosial kemasyarakatan merupakan hal yang amat signifikan. Demokrasi di tingkat negara sangat membutuhkan dukungan dari berbagai lapisan sosial, terutama dukungan dari unit-unit keluarga dan berbagai komunitas sosial lainnya.
Demi terwujudnya cita-cita kehidupan berdemokrasi di atas, setiap warga sebagaimana tercermin dalam struktur keluarga sejak dini harus dapat memahami berbagai komponen yang dapat menopang terealisasinya kehidupan demokratis yang dimaksud, di antaranya ialah pemahaman tentang hak dan tanggung jawab dalam sebuah keluarga. Demikian pula setiap anggota keluarga maupun anggota masyarakat harus mendapatkan sekaligus memberikan berbagai bentuk dukungan maupun perlindungan, terutama yang bersifat moril demi terwujudnya akselerasi kehidupan sosial yang demokratis dan berkeadaban.
Namun yang terjadi di lapangan sangatlah memprihatinkan, sebab masih banyak sekali penyimpangan-penyimpangan hak dan tanggung jawab dalam keluarga maupun di dalam masyarakat.
Oleh karena itu diharapkan setiap keluarga dapat mengetahui hak dan tanggung jawabnya masing – masing, agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan didalam keluarga.

I.2. Rumusan Masalah

I.2.1. Bagaimana penyebab terjadinya Penyimpangan Hak dan Tanggung jawab dalam keluarga?
I.2.2. Bagaimana upaya pencegahan terjadinya KDRT?

II. Pembahasan
II.1. Penyebab terjadinya Penyimpangan Hak dan Tanggung jawab dalam keluarga.
Dalam kehidupan berkeluarga, segenap elemen yang ada dalam keluarga tersebut memiliki hak dan tanggung jawab yang sama, walaupun dalam bentuk yang berbeda.

“Nasib tragis dialami Atik Widiyowati, 24, warga Desa Sukonolo, Bululawang. Dia sekarat setelah suaminya, Subandi, 24, membabi-buta menghajarnya di pinggir jalan Dusun Ganden, Sukonolo. Peristiwa yang terjadi kemarin pagi pukul 05.15 itu, juga nyaris merenggut nyawa Subandi karena dia berusaha bunuh diri setelah mengetahui istrinya sekarat.
Kini Atik kini masih menjalani perawatan intensif di RSSA. Sedangkan nyawa Subandi terselamatkan setelah ditolong warga sekitar. Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) ini ditangani Polsek Bululawang.
Menurut informasi, KDRT tersebut dipicu masalah ekonomi yang menjerat pasangan tersebut. Sejak menikah lima tahun yang lalu, ekonomi keduanya tidak pernah berubah. Subandi yang tidak memiliki pekerjaan tetap tidak bisa memberikan pendapatan lebih kepada keluarganya. Dia juga dianggap tidak jujur tentang penghasilannya setiap kali bekerja sebagai buruh tani.”

Dari contoh kasus di atas kita dapat mengetahui beberapa faktor pemicu kekerasan dalam rumah tangga, yaitu faktor ekonomi serta penyimpangan hak dan tanggung jawab oleh sang suami, awal mula dikarenakan perekonomian keluarga yang makin memburuk, kemudian istri merasa sang suami tidak jujur tentang penghasilan hasil kerja sang suami. Kekerasan seperti ini bisa dihindarkan apabila sang suami mengetahui kewajibannya sebagai suami dan mengetahui hak-hak sang istri.

“Tindak kekerasan dan kejahatan kepada anak sudah pada tingkat yang mencemaskan dan mengkhawatirkan. Bahkan, di akhir triwulan pertama tahun 2007 lalu, muncul kasus dengan tingkat ekstrimitas yang tinggi, yakni sejumlah kasus pembunuhan anak oleh ibu kandungnya sendiri. Kasus terkini, Maret 2008, seorang ibu membunuh bayi dan balita dengan cara menceburkan mereka ke bak mandi. Modus baru yang perlu diwaspadai, kasus perdagangan anak untuk dijual organ tubuhnya
Ia menjelaskan, karena kekerasan dan kejahatan terhadap anak pelakunya orang terdekat, mungkin ibu-bapak kandung, ibu dan bapak tiri, kakek, nenek, paman, supir pribadi, guru, atau tukang kebun dan atau tukang ojek pengantar ke sekolah, banyak kasusnya tidak terungkap dan tidak dilaporkan. Keluarga, diyakini merasa itu sebagai aib atau akan mem-permalukan keluarga.”

Perlu kita ketahui anak adalah sesuatu anugrah yang diberikan oleh Allah swt, dari fakta di atas yang menjelaskan bahwa anak sebagai aib yang akan mempermalukan keluarga sangatlah tidak dibenarkan. Hal itu jelas mengakibatkan penyimpangan kewajiban orang tua dan hilangnya hak seorang anak yang seharusnya dia peroleh. Pelaku penyimpangan tersebut seharusnya ditindak tegas karena sudah sangat tidak beradab. Keluarga seharusnya saling menjaga kewajiban dan hak mereka satu sama lainnya.
Masing-masing anggota keluarga memiliki hak dan tanggung jawab yang sama. Bapak/suami sebagai kepala keluarga mempunyai hak untuk ditaati, selama tidak bertentangan dengan perintah Allah, sekaligus memiliki tanggung jawab setimpal untuk melindungi/ mendamppingi dan menafkahi segenap anggota keluarga. Demikian pula, para ibu/istri memiliki hak untuk dilindungi/didampingi dan dinafkahi oleh bapak/suami, tetapi juga sekaligus memiliki tanggung jawab untuk menjaga keutuhan rumah tangga.
Penyimpangan hak dan tanggung jawab sering terjadi karena para anggota keluarga tidak mengetahui dan belum mengerti apa hak dan tanggung jawabnya masing-masing di dalam keluarga. Sebagai contoh seorang istri yang tidak mengerti akan haknya di dalam keluarga. Ketidakmengertian akan bentuk kekerasan dalam rumahtangga (KDRT) sering membuat para istri tak mengerti apa haknya dalam rumahtangga. Padahal, sebagai manusia, hak istri dan suami sama.



II.2. Upaya pencegahan terjadinya KDRT.
Akibat dari terjadinya penyimpangan hak dan tanggung jawab di dalam keluarga sering berbuntut pada kekerasan dalam rumah tangga(KDRT). Banyak cara untuk mencegah terjadinya KDRT, salah satunya yaitu dengan membuat Undang-Undang KDRT. Kemudian cara pencegahan yang lain yaitu dengan cara pemberdayaan ekonomi perempuan.

“LSM Perempuan Kemaslahatan Keluarga (PKK) Kabupaten Probolinggo kemarin menggelar Pelatihan Pemberdayaan Ekonomi Perempuan Pedesaan. Hadir sebagai pembicara, ketua LSM PKK Dian Prayuni dan Sekretaris Umum Solidaritas Buruh Migran (SBMI) Dewi Puspa Ernawati.
Pelatihan yang dimulai pukul 08.00 itu bertempat di SDN 1 Sumber Kembar Kecamatan Pakuniran Kabupaten Probolinggo. Sekitar 400 perempuan dari desa-desa di Kecamatan Pakuniran, Besuk, Paiton, Kotaanyar, dan Gading hadir sebagai peserta pelatihan bertema Pemberdayaan Usaha Keluarga: Upaya Solusi Permasalahan Ekonomi Bangsa itu.
Dian Prayuni menjelaskan, sesungguhnya peranan perempuan dalam rumah tangga sangat dominan. Namun, terutama di pedesaan, masih sangat terbatas pada peranan domestik dalam rumah tangga. Belum menyentuh peranan perekonomian keluarga.
"Secara tradisional, perempuan menerima nafkah dari laki-laki. Kesan ini menyebabkan perempuan menjadi terpinggirkan, baik di keluarga maupun di lingkungan sosialnya. Perempuan sering dianggap diberi makan oleh laki-laki, dianggap sebagai pengikut laki-laki, dan menjadi lebih beresiko sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga," terangnya.”

Jika perempuan mampu menghasilkan uang, maka posisi tawar terhadap suami akan meningkat. Sehingga suami tidak mudah melakukan kekerasan terhadap istri. Selama istri terus menggantungkan hidup pada suami, posisi tawarnya akan rendah. Terlebih dengan meningkatnya biaya hidup, penghasilan suami akan semakin terbatas untuk mencukupi kebutuhan Sehingga potensi munculnya kekerasan akan semakin besar.






III. Penutup.
III.1. Kesimpulan.
III.1.1. Penyimpangan hak dan tanggung jawab sering terjadi karena para anggota keluarga tidak mengetahui dan belum mengerti apa hak dan tanggung jawabnya masing-masing di dalam keluarga. Ketidakmengertian akan bentuk kekerasan dalam rumahtangga (KDRT) sering membuat para istri tak mengerti apa haknya dalam rumahtangga. seperti yang tertuang dalam Konvensi Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui UU No 7/1984, dan berlaku sebagai hukum nasional. Isinya, persamaan hak antara laki-laki dan perempuan dalam segala bidang.
III.1.2. Banyak cara untuk mencegah terjadinya KDRT, salah satunya yaitu dengan membuat Undang-Undang KDRT. Kemudian cara pencegahan yang lain yaitu dengan cara pemberdayaan ekonomi perempuan. Selama isteri terus menggantungkan hidup pada suami, posisi tawarnya akan rendah. Terlebih dengan meningkatnya biaya hidup, penghasilan suami akan semakin terbatas untuk mencukupi kebutuhan Sehingga potensi munculnya kekerasan akan semakin besar.


Daftar Pustaka

- Radar Semarang
[ Jum'at, 31 Oktober 2008 ]
Cegah Kekerasan dalam Keluarga

- Radar Semarang
[ Selasa, 23 September 2008 ]
Pemberdayaan Ekonomi Perempuan Cegah KDRT

- Kompas.com
Kamis, 27 November 2008 | 08:53 WIB
Hai Para Istri, Kenali Hakmu!
- Radar Bromo
[ Senin, 22 Desember 2008 ]
Perempuan Harus Berwawasan Ekonomi

- Radar Madiun
[ Kamis, 20 November 2008 ]
Angka Perceraian Meningkat
0

BAGIAN UMUM DAN BAGIAN KHUSUS DALAM HUKUM PIDANA

Aturan umum atau ketentuan umum

  • hukum umum yang berlaku untuk seluruh lapangan hukum pidana.

Dalam ketentuan pasal 10 KUHP menyatakan pidana terdiri atas ;

  1. Pidana pokok

- Pidana mati

- Pidana penjara

- kurungan

- Denda

b. Pidana tambahan

-pencabutan hak tertentu

-perampasan barang tertentu

-pengumuman keputusan hakim

Dalam buku KUHP terdapat 3 buku yaitu ;

1 tentang aturan umum

bab1. tentang batas-batas berlakunya aturan pidana dalam perundang-undangan

2. tentang pidana

3. tentang hal-hal yang menghapus,mengurangkan atau memberat pengenaan pidana

4.tantang percobaan

5.tentang pernertaan dalam melakukan tindakan pidana

6.tentang perbarengan

7.tentang mengajukan dan menarik kembali pengaduan dalam kejahatan yang hanya di tuntut atas pengaduan

8.tentang hapus kewenangan menuntut pidana dan menjalankan pidana ,serta dua bab lainya yaitu 9 dan 10.

Bagian khusus atau ketentuan khusus

  • yaitu ketentuan yang memuat aturan-aturan tentang perbuatan-perbuatan mana yang dapat dipidana serta menentukan ancaman pidananya

2. tentang kejahatan

bab 1.tentang kejahatan terhadap keamanan negara

2. kejahatan terhadap martabat presiden dan wakil presiden

3. kejahatan terhadap negara sahabat dan trhadap kepala negara dan wakilnya

4. kejahatan terhadap melakukan kewajiban dan kenegaraan

5. kejahatan terhadap ketertiban umum

6 perkelahian tanding

dll

3.tentang pelanggaran

bab 1.tentang pelanggaran keamanan umum bagi orang atau barang dan kesehatan umum

2.pelanggaran ketertiban umum

3. pelamggaran terhadap penguasa umum

4 pelanggaran terhadap asal-usul perkawinan

5. pelanggaran terhadap orang yag memerlukan pertolongan

6. pelanggaran

dll

0

ASAS ASAS PENENTUAN WARGA NEGARA.

Asas Ius Sangiunis dan Ius Soli

Asas ius sanguinas (Asas keturunan) merupakan asas pokok yang semula di pakai sebgai dasar untuk menentukan kewarganegaraan seseorang, maksudnya warga Negara dari suatu Negara semula dari orang orang yang mempunyai satu keturunan dari satu nenek moyang atau mempunyai pertalian darah. Akan tetapi dalam suatu Negara tak terlepas dari kedatangan orang orang dari Negara lain dan mempunyai keturunan yang berlainan. Pada diri pendatang itu dapat memenuhi syarat syarat peraturan kewarga negaraan suatu Negara. Maka factor keberadaanya bertempat tinggal bersama akan turut juga menentukan kewarganegaraan seseorang. Dengan demikian munculah asas yang berdasarkan tempat kelahiran (ius soli). Hala lain yang penting dalam menentukan kewarganegaraan seseorang adalah kesamaan kebudayaan, kesamaan sejarah,dan tujuan yang keseluruhan factor itu merupakan “kesadaran bernegara”.


Bipatride dan Apatride.

Di muka telah di jelaskan bahwa setiap Negara berhak untuk menentukan asas mana yang di pakai dalam menentukan siapa yang termasuk menjadi warganegaranya, maka akan timbul peraturan peraturan di bidang kewarganegaraan yang tidak sama. Menirut Prof. Gow Giok Siong seolah olah terjadi pertentangan sebab kemungkinan terjadi bahwa Negara A menganut asas ius Soli sedangkan Negara B menganut asas Ius Sanguinis, atau sebaliknya. Hal tersebut akan menimbulkan Bipatride (Dwi kewarganegaraan) atau Apatride (tanpa warga Negara) apabila terjadi pengimigrasian antara kedua Negara tersebut. Bipatride (dwi kewarganegaraan) timbul apabila menurut peraturan peraturan tentang kewarganegaraan dari berbagai Negara, seseorang di anggap sebagai warga Negara oleh Negara Negara yang bersangkutan. Sebagai contoh A dan B suami istri yang berkewarganegaraan X dan menganut asas ius soli. Kemudian lahirlah C. menurut Negara X, C adalah warga negaranya, sebab orang tuanya A dan B adalah warga Negara X. akan tetapi menurut Z, C adalah warga negaranya sebab C lahir di wilayahnya dengan demikian C mempunyai dua kewarganegaraan atau bipatride. Sebaliknya apartide (tanpa kewarganegaraan) muncul karena menurut peraturan peraturan tentang kewarganegaraan, seseorang tidak di anggap sebagai warga Negara. Keadaan ini dapat di jelaskan dengan contoh: A dan B adalah suami istri adalah warga Negara X yang menganut asas Ius Soli. A dan B berdomisili di Z yang menganut asas Ius sanguinis. Tak lama kemudian A dan B melahirkan C, menurut Negara X, C bukanlah warga negaranya dan Z juga tidak mengakui C sebagai warga negaranya sebab orang tua C bukan kewarganegaraan Z. akybatnya C tidak mempunyai kewarga negaraan atau apatride.

Baik Bipatride maupun apartide dapat membawa akybat dalam menentukan status kewarga negaraan seseorang, untuk itu di perlukan suatu cara yang paling efektif di dalam mengatasi persolaan tersebut dengan sebuah peraturan perundang undangan tentang kewarga negaraan.


Naturalisasi

Naturalisasi (pewarganegaraan) adalah suatu cara untuk memperoleh kewarga negaraan. Naturalisasi ini memungkinakan bagi warga Negara asing yang sungguh sungguh mau menjadi warga Negara dari suatu Negara yang dia tinggal dengan mementingkan kepentingan kepentingan Negara tersebut.

Naturalisasi dalam praktek dapat di bagi dua yaitu;

yang bersangkutan mengajukan permohonan

dapat di beri dengan alasan kepentingan Negara.

Di sampang suatu undang undang tentang kewarganegaraan mengatur siapa yang di sebut warga Negara dan cara bagaimana memperoleh warga Negara maka tentu pula di atur hal hal yang menyebabkan hilangnya status kewarganegaraan seseorang.


Syarat syarat kewarganegaraan.

Pelaksanaa penentuan syarat syarat yang dapat di cantumkan dalam peraturan kewarganegaan suatu Negara dapat di tempuh dengan suatu system (stelsel) yang pasif maupun aktif.menurut stelsel pasif, sesorang menjadi warga Negara suatu Negara karena dengan sendirinya di nyatakan sebagai warga Negara tanpa melakukan suatu tindakan hukum tertentu. Waktu melakukanya tidak mengunakan hak opsi (hak memilih suatu kewarganegaraan). Sedangkan menurut stelsel aktif seseorang menjadi warga Negara suatu Negara karena melakukan tindakan hukum tertentu sebagai pemenuhan terhadap syarat syarat kewarganegaraan yang telah di tentukan

0

Polri Akui Tangkap Penyandang Dana Terorisme


Liputan6.com, Jakarta: Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Polisi Nanan Soekarna mengakui bahwa Densus 88 Antiteror telah menangkap dua orang di Jawa Barat yang dicurigai sebagai penyandang dana berbagai tindak pidana terorisme di Indonesia. "Namun belum dapat dipastikan apakah keduanya terbukti terlibat kegiatan terorisme karena pemeriksaan keduanya belum selesai," kata Nanan di Jakarta, Rabu (19/8) seperti yang dilansir ANTARA.

Kedua orang yang ditangkap pada akhir pekan lalu itu adalah Ali dan Iwan. Iwan ditangkap di Kuningan, sedangkan Ali di daerah Nagrek, Jawa Barat. Sesuai UU No 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, kepolisian dapat mememeriksa seseorang selama tujuh hari. Jika selama waktu itu tak ada bukti, yang ditangkap harus dilepaskan dan jika ada bukti dapat ditahan sebagai tersangka.

"Ada informasi mereka mau membuka usaha warnet, namun hal ini masih akan ditelusuri apakah mereka benar-benar membuka warnet atau yang lainnya," kata Nanan. Dia juga belum dapat memastikan status kewarganegaraan Ali yang diduga berasal dari Arab Saudi. "Kita akan membuktikan dulu, apakah dia benar-benar WN Arab Saudi atau bisa saja cuma pengakuan saja," ungkap Nanan.

Nanan mengakui, Polri sulit melacak aliran dana kasus terorisme sebab diduga tidak melalui jalur bank. Dengan begitu, Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan juga kesulitan untuk membantu Polri melacak dana terorisme. "Kalau semua transaksi lewat bank, bisa dipantau oleh PPATK. Tapi kalau tidak lewat bank, ya tidak bisa dipantau," katanya menegaskan.(JUM/VIN)

itulah kelemahan aparat penegak hukum di negara kita.

0

Judicial Review UU-ITE Ditolak!

kutip dari dailysocial.net

Pasal 27 ayat (3) UU ITE menyatakan: “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.”

Salah satu isi dari UU-ITE yang dinilai memberatkan para pemilik web dan membingungkan pengguna internet itu memang beberapa bulan ini menjadi bulan-bulanan para blogger dan pemilik web. Melalui Tim Advokasi Untuk Kemerdekaan Berekspresi Indonesia, para blogger dan pemilik web mengajukan permohonan uji materi (Judicial Review) ke Mahkamah Konstitusi karena menilai pasal tersebut bertentangan dengan asas Kebebasan Berpendapat.

Menurut para pemohon uji materi tersebut, Pasal 27 ayat (3) No. 11 Tahun 2008 UU ITE bertentangan dengan sejumlah pasal di UUD 1945, yakni Pasal 1 ayat (2) dan (3), Pasal 27 ayat (1), pasal 28, pasal 28 C ayat (1) dan ayat (2), pasal 28 D ayat (1), pasal 28 E ayat (2) dan ayat (3), pasal 28 F serta pasal 28 G ayat (1) UUD 1945. Selain itu, UU ITE juga dinilai cenderung memberatkan dan membingungkan para pengguna media elektronik. - dikutip dari DetikInet

Hari ini, permohonan itu ditolak oleh Mahkamah Konstitusi dengan alasan bahwa Pemerintah menganggap UU ITE merupakan bentuk perlindungan umum (general prevention) yang diberikan oleh negara kepada setiap orang. Tentu saja beberapa blogger-pun kecewa, terutama rekan-rekan blogger yang memang memperjuangkan kemerdekaan berekspresi di ranah daring.

Beberapa rekan blogger yang saya mintai pendapatnya cukup bervariasi terhadap keputusan MK ini.

Pertama, dituduh menghina di jalan lebih ringan daripada menghina di internet. ini aneh kan, kenapa tempat menjadi penentu berat tidaknya hukuman. Kedua, UU baru ini tidak memberi kepastian hukum bagi blogger, tidak memberi batasan yang jelas, kapan dibilang menghina, kapan dibilang kritis. Herman Saksono

Kalo buat saya sendiri sih, sebagai blogger, pastinya kita harus hati2 kalo ngomongin orang lain. buat saya UU ITE ga bermasalah kok, soalnya saya emang ga mau nulis sesuatu yang kira2 bakal ngomongin jelek2nya orang. Dan supaya aman, kayanya blogger juga harus menahan diri buat nggak ngomongin orang deh. Ilman Akbar

Soal kekhawatiran sih pasti ada ya, pencemaran nama baik itu tricky. Aku gk ngerti hukum ini dibuat dengan pijkan yang mana? kembali jadi alat pengaman pemegang uang dan kekuasaan atau memang untuk melindungi hak warganegara? Akhmad Fathonih

Bagaimana dengan anda? Setujukah anda diberlakukannya UU-ITE?

Atau UU-ITE harus bisa lebih fleksibel dan mendukung untuk berfikir kritis di dunia maya, dan tentunya mendukung kebebasan berpendapat sesuai dengan UUD 45?


Ternyata banyak sekali kekurangan dari UU ITE di negara kita tercinta ini, salah satu contohnya adalah belum adanya UU/Peraturan Pemerintah terkait yang dapat melengkapi isi dari UU ITE, sehingga para aparat penegak hukum tidak dapat bergerak banyak untuk menegakkan keadilan didalam dunia maya, dan masih banyak lagi.