I. PENGERTIAN
Upaya hukum adalah upaya yang diberikan oleh undang-undang kepada
seseorang atau badan hukum untuk dalam hal tertentu melawan putusan hakim.
Dalam teori dan praktek kita mengenal ada 2 (dua) macam upaya hukum yaitu,
upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Perbedaan yang ada antara
keduanya adalah bahwa pada azasnya upaya hukum biasa menangguhkan
eksekusi (kecuali bila terhadap suatu putusan dikabulkan tuntutan serta
mertanya), sedangkan upaya hukum luar biasa tidak menangguhkan eksekusi.
II. UPAYA HUKUM BIASA
Upaya hukum biasa terdiri dari: banding, kasasi dan verzet.
A. BANDING
a. PENGERTIAN
Banding merupakan
salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah satu atau kedua
belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan Pengadilan Negeri. Para
pihak mengajukan banding bila merasa tidak puas dengan isi putusan Pengadilan
Negeri kepada Pengadilan Tinggi melalui Pengadilan Negeri dimana putusan
tersebut dijatuhkan.
Sesuai azasnya dengan
diajukannya banding maka pelaksanaan isi putusan Pengadilan Negeri belum dapat
dilaksanakan, karena putusan tersebut belum mempunyai kekuatan hukum yang tetap
sehingga belum dapat dieksekusi, kecuali terhadap putusan uit voerbaar bij
voeraad.
b. DASAR HUKUM
Banding diatur dalam
pasal 188 s.d. 194 HIR (untuk daerah Jawa dan Madura) dan dalam pasal 199 s.d.
205 RBg (untuk daerah di luar Jawa dan Madura). Kemudian berdasarkan
pasal 3 Jo pasal 5 UU No. 1/1951 (Undang-undang Darurat No. 1/1951), pasal188
s.d. 194 HIR dinyatakan tidak berlaku lagi dan diganti dengan UU Bo. 20/1947
tentang Peraturan Peradilan Ulangan di Jawa dan Madura.
Keputusan pengadilan
yang dapat dimintakan banding hanya keputusan pengadilan yang berbentuk Putusan
bukan penetapan, karena terhadap penetapan upaya hukum biasa yang dapat
diajukan hanya kasasi.
c. TENGGANG WAKTU MENGAJUKAN BANDING
Tenggang waktu
pernyataan mengajukan banding adalah 14 hari sejak putusan dibacakan bila para
pihak hadir atau 14 hari pemberitahuan putusan apabila salah satu pihak tidak
hadir. Ketentuan ini diatur dalam pasal 7 ayat (1) dan (2) UU No. 20/1947 jo
pasal 46 UU No. 14/1985. Dalam praktek dasar hukum yang biasa digunakan adalah
pasal 46 UU No. 14 tahun 1985.
Apabila jangka waktu
pernyatan permohonan banding telah lewat maka terhadap permohonan banding yang
diajukan akan ditolak oleh Pengadilan Tinggi karena terhadap putusan Pengadilan
Negeri yang bersangkutan dianggap telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan
dapat dieksekusi.
Pendapat diatas
dikuatkan oleh Putusan MARI No. 391 k/Sip/1969, tanggal 25 Oktober 1969, yaitu
bahwa Permohonan banding yang diajukan melalmpaui tenggang waktu menurut
undang-undang tidak dapat diterima dan surat-surat yang diajukan untuk
pembuktian dalam pemeriksaan banding tidak dapat dipertimbangkan. Akan tetapi
bila dalam hal perkara perdata permohonan banding diajukan oleh lebih dari
seorang sedang permohonan banding hanya dapat dinyatakan diterima untuk seorang
pembanding, perkara tetap perlu diperiksa seluruhnya, termasuk kepentingan-kepentingan
mereka yang permohonan bandingnya tidak dapat diterima (Putusan MARI No. 46
k/Sip/1969, tanggal 5 Juni 1971).
d. PROSEDUR MENGAJUKAN PERMOHONAN BANDING
1. Dinyatakan dihadapan Panitera Pengadilan Negeri
dimana putusan tersebut dijatuhkan, dengan terlebih dahuku membayar lunas biaya
permohonan banding.
2. Permohonan banding dapat diajukan tertulis atau lisan
(pasal 7 UU No. 20/1947) oleh yang berkepentingan maupun kuasanya.
3. Panitera Pengadilan Negeri akan membuat akte banding yang
memuat hari dan tanggal diterimanya permohonan banding dan ditandatangani oleh
panitera dan pembanding. Permohonan banding tersebut dicatat dalam Register
Induk Perkara Perdata dan Register Banding Perkara Perdata.
4. Permohonan banding tersebut oleh panitera
diberitahukan kepada pihak lawan paling lambat 14 hari setelah permohonan
banding diterima.
5. Para pihak diberi kesempatan untuk melihat surat
serta berkas perkara di Pengadilan Negeri dalam waktu 14 hari.
6. Walau tidak harus tetapi pemohon banding berhak
mengajukan memori banding sedangkan pihak Terbanding berhak mengajukan kontra
memori banding. Untuk kedua jenis surat ini tidak ada jangka waktu pengajuannya
sepanjang perkara tersebut belum diputus oleh Pengadilan Tinggi. (Putusan MARI
No. 39 k/Sip/1973, tanggal 11 September 1975).
7. Pencabutan permohonan banding tidak diatur dalam
undang-undang sepanjang belum diputuskan oleh Pengadilan Tinggi pencabutan
permohonan banding masih diperbolehkan.
B.
KASASI
a. PENGERTIAN
Kasasi merupakan salah satu upaya hukum
biasa yang dapat diminta oleh salah satu atau kedua belah pihak yang berperkara
terhadap suatu putusan Pengadilan Tinggi. Para pihak dapat mengajukan kasasi
bila merasa tidak puas dengan isi putusan Pengadilan Tinggi kepada Mahkamah
Agung.
Kasasi berasal
dari perkataan “casser” yang berarti memecahkan atau membatalkan, sehingga bila
suatu permohonan kasasi terhadap putusan pengadilan dibawahnya diterima
oleh Mahkamah Agung, maka berarti putusan tersebut dibatalkan oleh Mahkamah
Agung karena dianggap mengandung kesalahan dalam penerapan hukumnya.
Pemeriksaan
kasasi hanya meliputi seluruh putusan hakim yang mengenai hukum, jadi tidak
dilakukan pemeriksaan ulang mengenai duduk perkaranya sehingga pemeriksaaan
tingkat kasasi tidak boleh/dapat dianggap sebagai pemeriksaan tinggak ketiga.
b. ALASAN-ALASAN MENGAJUKAN KASASI
Alasan
mengajukan kasasi menurut pasal 30 UU No. 14/1985 antara lain :
1) Tidak berwenang atau
melampaui batas wewenang.
Tidak bewenangan yang dimaksud berkaitan dengan
kompetensi relatif dan absolut pengadilan, sedang melampaui batas bisa terjadi
bila pengadilan mengabulkan gugatan melebihi yang diminta dalam surat gugatan.
2) Salah menerapkan atau
melanggar hukum yang berlaku.
Yang dimaksud disini adalah kesalahan menerapkan hukum
baik hukum formil maupun hukum materil, sedangkan melanggar hukum adalah
penerapan hukum yang dilakukan oleh Judex facti salah atau bertentangan dengan
ketentuan hukum yang berlaku atau dapat juga diinterprestasikan penerapan hukum
tersebut tidak tepat dilakukan oleh judex facti.
3) Lalai memenuhi syarat-syarat
yang diwajibkan oleh peraturan perundang - undangan yang
mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.
Contohnya dalam suatu
putusan tidak terdapat irah-irah
c. TENGGANG WAKTU MENGAJUKAN KASASI
Permohonan kasasi
harus sedah disampaikan dalam jangka waktu 14 hari setelah putusan atau
penetepan pengadilan yang dimaksud diberitahukan kepada Pemohon (pasal 46
ayat(1) UU No. 14/1985), bila tidak terpenuhi maka permohonan kasasi tidak
dapat diterima.
d. PROSEDUR MENGAJUKAN PERMOHONAN KASASI
1. Permohonan kasasi disampaikan oleh pihak yang berhak
baik secara tertulis atau lisan kepada Panitera Pengadilan Negeri yang memutus
perkara tersebut dengan melunasi biaya kasasi.
2. Pengadilan Negeri akan
mencatat permohonan kasasi dalam buku daftar, dan hari itu juga membuat akta
permohonan kasasi yang dilampurkan pada berkas (pasal 46 ayat (3) UU No.
14/1985)
3. Paling lambat 7 hari
setelah permohonan kasasi didaftarkan panitera Pengadilan Negeri memberitahukan
secara tertulis kepada pihak lawan (pasal 46 ayat (4) UU No. 14/1985)
4. Dalam tenggang waktu
14 hari setelah permohonan kasasi dicatat dalam buku daftar pemohon kasasi
wajib membuat memori kasasi yang berisi alasan-alasan permohonan kasasi (pasal
47 ayat (1) UU No. 14/1985)
5. Panitera Pengadilan
Negeri menyampaikan salinan memori kasasi pada lawan paling lambat 30 hari
(pasal 47 ayat (2) UU No. 14/1985).
6. Pihak lawan berhak
mengajukan kontra memori kasais dalam tenggang waktu 14 hari sejak tanggal
diterimanya salinan memori kasai (pasal 47 ayat (3) UU No. 14/1985)
7. Setelah menerima
memori dan kontra memori kasasi dalam jangka waktu 30 hari Panitera Pengadilan
Negeri harus mengirimkan semua berkas kepada Mahkamah Agung (pasal 48 ayat (1)
UU No. 14/1985)
A. VERZET
a. PENGERTIAN
Verzet merupakan salah
satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah satu atau kedua belah
pihak yang berperkara terhadap suatu putusan Pengadilan Negeri.
b. PROSEDUR MENGAJUKAN VERZET , pasal 129
ayat (1) HIR
1. Dalam waktu 14 hari
setelah putusan verstek itu diberitahukan kepada tergugat sendiri, jika putusan
tidak diberitahukan kepada tergugat sendiri maka:
2. Perlawanan boleh
diterima sehingga pada hari kedelapan setelah teguran (aanmaning) yang tersebut
dalam pasal 196 HIR atau;
Dalam prosedur verzet
kedudukan para pihak tidak berubah yang mengajukan perlawanan tetap menjadi tergugat
sedangyang dilawan tetap menjadi Penggugat yang harus memulai dengan
pembuktian.
Verzet dapat diajukan
oleh seorang Tergugat yang dijatuhi putusan verstek, akan tetapi upaya verzet
hanya bisa diajukan satu kali bila terhadap upaya verzet ini tergugat tetap
dijatuhi putusan verstek maka tergugat harus menempuh upaya hukum banding.
III. UPAYA HUKUM LUAR BIASA
A. PENINJAUAN KEMBALI PUTUSAN PENGADILAN
YANG TELAH MEMPEROLEH KEKUATAN HUKUM TETAP
Upaya hukum peninjauan
kembali (request civil) merupakan suatu upaya agar putusan pengadilan baik
dalam tingkat Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, maupun Mahkamah Agung yang
telah berkekuatan hukum tetap (inracht van gewijsde), mentah kembali.
Permohonan Peninjauan Kembali tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan
putusan pengadilan (eksekusi).
Peninjauan kembali
menurut Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H., merupakan upaya hukum terhadap
putusan tingkat akhir dan putusan yang dijatuhkan di luar hadir tergugat
(verstek), dan yang tidak lagi terbuka kemungkinan untuk mengajukan perlawanan.
Peninjauan kembali
(Request Civil) tidak diatur dalam HIR, melainkan diatur dalam RV (hukum acara
perdata yang dahulu berlaku bagi golongan eropa) pasal 385 dan
seterusnya. Dalam perundang-undangan nasional, istilah Peninjauan Kembali
disebut dalam Pasal 15 UU No. 19/1964 dan pasal 31 UU No. 13/1965.
Perbedaan yang
terdapat antara Peninjauan Kembali (PK) yang dimaksud oleh perundang-undangan
nasional dengan Request Civil (RC) antara lain, sebagai berikut:
1) Bahwa PK merupakan
wewenang penuh dari Mahkamah Agung, sedangkan RC digantungkan pada putusan yang
mana dimohonkan agar dibatalkan.
2) Akibatnya adalah bahwa
putusan PK adalah putusan dalam taraf pertama dan terakhir, sedangkan yang
menyangkut RC masih ada kemungkinan untuk banding dan kasasi.
3) Bahwa PK dapat
diajukan oleh yang berkepentingan, sedangkan RC hanya oleh mereka yang pernah
menjadi pihak dalam perkara tersebut.
Dalam perkembangannya
sekarang Peninjauan Kembali diatur dalam pasal 66-75 UU No. 14 tahun 1985.
a. ALASAN PENGAJUAN PENINJAUAN KEMBALI
Berdasarkan pasal 67
UU No. 14/1985, jo Per MA No. 1/1982. permohonan pinjauan kembali putusan
perkara perdata yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap hanya dapat
diajukan bila berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut :
a) Apabila putusan
didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui
setelah perkaranya diputus, atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh
hakim pidana dinyatakan palsu.
b) Apabila setelah
perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada
waktu perkara diperiksa tidak ditemukan.
c) Apabila telah
dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih daripada yang dituntut.
d) Apabila antara
pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama atas dasar yang sama, oleh
pengadilan yang sama atau sama tingkatannya, telah diberikan putusan yang
bertentangan satu dengan yang lain.
e) Apabila mengenai
sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan
sebab-sebabnya.
f) Apabila dalam suatu
putusan terdapat suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.
Pihak-pihak yang dapat
mengajukan permohonan peninjauan kembali menurut pasal 68 ayat (1) UU No.
14/1985 adalah hanya pihak yang berperkara sendiri atau ahli warisnya, atau
seorang wakilnya yang secara khusus dikuasakan untuk itu. Dari pasal tersebut
jelas terlihat bahwa orang ketiga bukan pihak dalam perkara perdata tersebut
tidak dapat mengajukan permohonan peninjauan kembali.
Tenggang waktu
mengajukan permohonan peninjauan kembali diatur dalam pasal 69 UU No. 14/1985.
b. PROSEDUR PENGAJUAN PERMOHONAN KEMBALI
1) Permohonan kembali
diajukan oleh pihak yang berhak kepada Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan
Negeri yang memutus perkara dalam tingkat pertama.
2) Membayar biaya perkara.
3) Permohonan Pengajuan
Kembli dapat diajukan secara lisan maupun tertulis.
4) Bila permohonan
diajukan secara tertluis maka harus disebutkan dengan jelas alasan yang menjadi
dasar permohonannnya dan dimasukkan ke kepaniteraan Pengadilan Negeri yang
memutus perkara dalam tingkat pertama (Pasal 71 ayat (1) UU No. 14/1985)
5) Bila diajukan secara
lisan maka ia dapat menguraikan permohonannya secara lisan dihadapan Ketua
Pengadilan Negeri yang bersangkutan atau dihadapan hakim yang ditunjuk Ketua
Pengadilan Negeri tersebut, yang akan membuat catatan tentang permohonan
tersebut (Pasal 71 ayat (2) UU No. 14/1985)
6) Hendaknya surat
permohonan peninjauan kembali disusun secara lengkap dan jelas, karena
permohonan ini hanya dapat diajukan sekali.
7) Setelah Ketua
Pengadilan Negeri menerima permohonan peninjauan kembali maka panitera
berkewajiban untuk memberikan atau mengirimkan salinan permohonan tersebut
kepada pihak lawan pemohon paling lambat 14 hari dengan tujuan agar dapat
diketahui dan dijawab oleh lawan (pasal 72 ayat (1) UU No. 14/1985)
8) Pihak lawan hanya
punya waktu 30 hari setelah tanggal diterima salinan permohonan untuk membuat
jawaban bila lewat maka jawaban tidak akam dipertimbangkan (pasal 72 ayat (2)
UU No. 14/1985).
9) Surat jawaban
diserahkan kepada Pengadilan Negeri yang oleh panitera dibubuhi cap, hari serta
tanggal diteimanya untuk selanjutnya salinan jawaban disampaikan kepada pemohon
untuk diketahui (pasal 72 ayat (3) UU No. 14/1985).
10) Permohonan peninjauan
kembali lengkap dengan berkas perkara beserta biayanya dikirimkan kepada
Mahkamah Agung paling lambat 30 hari (pasal 72 ayat (4) UU No. 14/1985).
11) Pencabutan permohonan
peninjauan kembali dapat dilakukan sebelum putusan diberikan, tetapi permohonan
peninjauan kembali hanya dapat diajukan satu kali (pasal 66 UU No. 14/1985)
2. DERDEN VERSET
Merupakan salah satu
upaya hukum luar biasa yang dilakukan oleh pihak ketiga dalam suatu perkara
perdata. Derden verzet merupak perlawanan pihak ketiga yang bukan pihak dalam
perkara yang bersangkutan, karena merasa dirugikam oleh putusan pengadilan.
Syarat mengajukan derden verzet ini adalah pihak ketiga tersebut tidak cukup
hanya punya kepentingan saja tetapi hak perdatanya benar-benar telah dirugikan
oleh putusan tersebut. Secara singkat syarat utama mengajukan derden verzet
adalah hak milik pelawan telah terlanggar karena putusan tersebut.
Dengan mengajukan
perlawanan ini pihak ketiga dapat mencegah atau menangguhkan pelaksanaan
putusan (eksekusi).
0 komentar:
Post a Comment