Pages

0

ASAS ASAS PENENTUAN WARGA NEGARA.

Asas Ius Sangiunis dan Ius Soli

Asas ius sanguinas (Asas keturunan) merupakan asas pokok yang semula di pakai sebgai dasar untuk menentukan kewarganegaraan seseorang, maksudnya warga Negara dari suatu Negara semula dari orang orang yang mempunyai satu keturunan dari satu nenek moyang atau mempunyai pertalian darah. Akan tetapi dalam suatu Negara tak terlepas dari kedatangan orang orang dari Negara lain dan mempunyai keturunan yang berlainan. Pada diri pendatang itu dapat memenuhi syarat syarat peraturan kewarga negaraan suatu Negara. Maka factor keberadaanya bertempat tinggal bersama akan turut juga menentukan kewarganegaraan seseorang. Dengan demikian munculah asas yang berdasarkan tempat kelahiran (ius soli). Hala lain yang penting dalam menentukan kewarganegaraan seseorang adalah kesamaan kebudayaan, kesamaan sejarah,dan tujuan yang keseluruhan factor itu merupakan “kesadaran bernegara”.


Bipatride dan Apatride.

Di muka telah di jelaskan bahwa setiap Negara berhak untuk menentukan asas mana yang di pakai dalam menentukan siapa yang termasuk menjadi warganegaranya, maka akan timbul peraturan peraturan di bidang kewarganegaraan yang tidak sama. Menirut Prof. Gow Giok Siong seolah olah terjadi pertentangan sebab kemungkinan terjadi bahwa Negara A menganut asas ius Soli sedangkan Negara B menganut asas Ius Sanguinis, atau sebaliknya. Hal tersebut akan menimbulkan Bipatride (Dwi kewarganegaraan) atau Apatride (tanpa warga Negara) apabila terjadi pengimigrasian antara kedua Negara tersebut. Bipatride (dwi kewarganegaraan) timbul apabila menurut peraturan peraturan tentang kewarganegaraan dari berbagai Negara, seseorang di anggap sebagai warga Negara oleh Negara Negara yang bersangkutan. Sebagai contoh A dan B suami istri yang berkewarganegaraan X dan menganut asas ius soli. Kemudian lahirlah C. menurut Negara X, C adalah warga negaranya, sebab orang tuanya A dan B adalah warga Negara X. akan tetapi menurut Z, C adalah warga negaranya sebab C lahir di wilayahnya dengan demikian C mempunyai dua kewarganegaraan atau bipatride. Sebaliknya apartide (tanpa kewarganegaraan) muncul karena menurut peraturan peraturan tentang kewarganegaraan, seseorang tidak di anggap sebagai warga Negara. Keadaan ini dapat di jelaskan dengan contoh: A dan B adalah suami istri adalah warga Negara X yang menganut asas Ius Soli. A dan B berdomisili di Z yang menganut asas Ius sanguinis. Tak lama kemudian A dan B melahirkan C, menurut Negara X, C bukanlah warga negaranya dan Z juga tidak mengakui C sebagai warga negaranya sebab orang tua C bukan kewarganegaraan Z. akybatnya C tidak mempunyai kewarga negaraan atau apatride.

Baik Bipatride maupun apartide dapat membawa akybat dalam menentukan status kewarga negaraan seseorang, untuk itu di perlukan suatu cara yang paling efektif di dalam mengatasi persolaan tersebut dengan sebuah peraturan perundang undangan tentang kewarga negaraan.


Naturalisasi

Naturalisasi (pewarganegaraan) adalah suatu cara untuk memperoleh kewarga negaraan. Naturalisasi ini memungkinakan bagi warga Negara asing yang sungguh sungguh mau menjadi warga Negara dari suatu Negara yang dia tinggal dengan mementingkan kepentingan kepentingan Negara tersebut.

Naturalisasi dalam praktek dapat di bagi dua yaitu;

yang bersangkutan mengajukan permohonan

dapat di beri dengan alasan kepentingan Negara.

Di sampang suatu undang undang tentang kewarganegaraan mengatur siapa yang di sebut warga Negara dan cara bagaimana memperoleh warga Negara maka tentu pula di atur hal hal yang menyebabkan hilangnya status kewarganegaraan seseorang.


Syarat syarat kewarganegaraan.

Pelaksanaa penentuan syarat syarat yang dapat di cantumkan dalam peraturan kewarganegaan suatu Negara dapat di tempuh dengan suatu system (stelsel) yang pasif maupun aktif.menurut stelsel pasif, sesorang menjadi warga Negara suatu Negara karena dengan sendirinya di nyatakan sebagai warga Negara tanpa melakukan suatu tindakan hukum tertentu. Waktu melakukanya tidak mengunakan hak opsi (hak memilih suatu kewarganegaraan). Sedangkan menurut stelsel aktif seseorang menjadi warga Negara suatu Negara karena melakukan tindakan hukum tertentu sebagai pemenuhan terhadap syarat syarat kewarganegaraan yang telah di tentukan

0

Polri Akui Tangkap Penyandang Dana Terorisme


Liputan6.com, Jakarta: Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Polisi Nanan Soekarna mengakui bahwa Densus 88 Antiteror telah menangkap dua orang di Jawa Barat yang dicurigai sebagai penyandang dana berbagai tindak pidana terorisme di Indonesia. "Namun belum dapat dipastikan apakah keduanya terbukti terlibat kegiatan terorisme karena pemeriksaan keduanya belum selesai," kata Nanan di Jakarta, Rabu (19/8) seperti yang dilansir ANTARA.

Kedua orang yang ditangkap pada akhir pekan lalu itu adalah Ali dan Iwan. Iwan ditangkap di Kuningan, sedangkan Ali di daerah Nagrek, Jawa Barat. Sesuai UU No 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, kepolisian dapat mememeriksa seseorang selama tujuh hari. Jika selama waktu itu tak ada bukti, yang ditangkap harus dilepaskan dan jika ada bukti dapat ditahan sebagai tersangka.

"Ada informasi mereka mau membuka usaha warnet, namun hal ini masih akan ditelusuri apakah mereka benar-benar membuka warnet atau yang lainnya," kata Nanan. Dia juga belum dapat memastikan status kewarganegaraan Ali yang diduga berasal dari Arab Saudi. "Kita akan membuktikan dulu, apakah dia benar-benar WN Arab Saudi atau bisa saja cuma pengakuan saja," ungkap Nanan.

Nanan mengakui, Polri sulit melacak aliran dana kasus terorisme sebab diduga tidak melalui jalur bank. Dengan begitu, Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan juga kesulitan untuk membantu Polri melacak dana terorisme. "Kalau semua transaksi lewat bank, bisa dipantau oleh PPATK. Tapi kalau tidak lewat bank, ya tidak bisa dipantau," katanya menegaskan.(JUM/VIN)

itulah kelemahan aparat penegak hukum di negara kita.

0

Judicial Review UU-ITE Ditolak!

kutip dari dailysocial.net

Pasal 27 ayat (3) UU ITE menyatakan: “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.”

Salah satu isi dari UU-ITE yang dinilai memberatkan para pemilik web dan membingungkan pengguna internet itu memang beberapa bulan ini menjadi bulan-bulanan para blogger dan pemilik web. Melalui Tim Advokasi Untuk Kemerdekaan Berekspresi Indonesia, para blogger dan pemilik web mengajukan permohonan uji materi (Judicial Review) ke Mahkamah Konstitusi karena menilai pasal tersebut bertentangan dengan asas Kebebasan Berpendapat.

Menurut para pemohon uji materi tersebut, Pasal 27 ayat (3) No. 11 Tahun 2008 UU ITE bertentangan dengan sejumlah pasal di UUD 1945, yakni Pasal 1 ayat (2) dan (3), Pasal 27 ayat (1), pasal 28, pasal 28 C ayat (1) dan ayat (2), pasal 28 D ayat (1), pasal 28 E ayat (2) dan ayat (3), pasal 28 F serta pasal 28 G ayat (1) UUD 1945. Selain itu, UU ITE juga dinilai cenderung memberatkan dan membingungkan para pengguna media elektronik. - dikutip dari DetikInet

Hari ini, permohonan itu ditolak oleh Mahkamah Konstitusi dengan alasan bahwa Pemerintah menganggap UU ITE merupakan bentuk perlindungan umum (general prevention) yang diberikan oleh negara kepada setiap orang. Tentu saja beberapa blogger-pun kecewa, terutama rekan-rekan blogger yang memang memperjuangkan kemerdekaan berekspresi di ranah daring.

Beberapa rekan blogger yang saya mintai pendapatnya cukup bervariasi terhadap keputusan MK ini.

Pertama, dituduh menghina di jalan lebih ringan daripada menghina di internet. ini aneh kan, kenapa tempat menjadi penentu berat tidaknya hukuman. Kedua, UU baru ini tidak memberi kepastian hukum bagi blogger, tidak memberi batasan yang jelas, kapan dibilang menghina, kapan dibilang kritis. Herman Saksono

Kalo buat saya sendiri sih, sebagai blogger, pastinya kita harus hati2 kalo ngomongin orang lain. buat saya UU ITE ga bermasalah kok, soalnya saya emang ga mau nulis sesuatu yang kira2 bakal ngomongin jelek2nya orang. Dan supaya aman, kayanya blogger juga harus menahan diri buat nggak ngomongin orang deh. Ilman Akbar

Soal kekhawatiran sih pasti ada ya, pencemaran nama baik itu tricky. Aku gk ngerti hukum ini dibuat dengan pijkan yang mana? kembali jadi alat pengaman pemegang uang dan kekuasaan atau memang untuk melindungi hak warganegara? Akhmad Fathonih

Bagaimana dengan anda? Setujukah anda diberlakukannya UU-ITE?

Atau UU-ITE harus bisa lebih fleksibel dan mendukung untuk berfikir kritis di dunia maya, dan tentunya mendukung kebebasan berpendapat sesuai dengan UUD 45?


Ternyata banyak sekali kekurangan dari UU ITE di negara kita tercinta ini, salah satu contohnya adalah belum adanya UU/Peraturan Pemerintah terkait yang dapat melengkapi isi dari UU ITE, sehingga para aparat penegak hukum tidak dapat bergerak banyak untuk menegakkan keadilan didalam dunia maya, dan masih banyak lagi.