Pages

0

Hukum Pembuktian


DASAR HUKUM/PENGATURAN

1.     Hierziene Inlandse Reglement (HIR)                                                             
        Stb. 1941 No. 44  (untuk jawa dan Madura)
2.     Rechtreglement Buitengewesten (RBg)
        Stb. 1927 No. 227 (untuk luar jawa dan Madura)
3.     Reglement op de Burgelijke Rechtvordering (Rv)
        Stb. 1847 No. 52 dan Stb. 1848 No. 63
4.     Buku ke-4 KUHPerdata (Stb. 1847 No. 23)
5.     Ketentuan setelah Proklamasi Kemerdekaan seperti :
a.     UU No. 14/1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.
b.     UU No. 2/1986 tentang Peradilan Umum.
c.     UU No. 14/1985 tentang MA. RI


TEORI
1.     Teori yang bersifat SUBYEKTIF
Dalil-dalil yang didasarkan pada pelanggaran hak subjektif atau siapa yang menyangkal adanya hak Subyektif harus membuktikan tiadanya hak subyektif tersebut.
2.     Teori yang bersifat OBYEKTIF
        Dalil-dalil yang didasarkan pada hukum objektif/ UU
3.     Teori yang bersifat KEPATUTAN
        Kedudukan Penggugat dan Tergugat sama (Equality before the law)
4.     Teori HUKUM ACARA
        Asas “ Audi et Alteram Partem”
5.     Teori yang bersifat hukum PUBLIK


PENGERTIAN PEMBUKTIAN
1.   Menurut Prof. Soepomo

-      Dalam arti luas membuktikan berarti, membenarkan hubungan hukum yaitu memperkuat kesimpulan hakim dengan syarat-syarat bukti yang sah.
-      Dalam arti terbatas berarti hanya diperlukan jika apa yang dikemukakan oleh Penggugat itu dibantah Tergugat. Dan apa yang tidak dibantah oleh Tergugat tidak perlu dibuktikan. Artinya kebenaran yang tidak dibantah itu, tidak perlu dibuktikan.

2.   Menurut Prof. Soebekti

Meyakinkan pada hakim, tentang kebenaran dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan. Maka terlihat bahwa pembuktian itu hanya diperlukan dalam persengketaan perkara.

3.   Menurut Prof. Sudikno Mertokusumo

a. Dalam arti Logos, berdasarkan suatu axioma yaitu suatu asas umum yang dikenal dalam ilmu pengetahuan, dimungkinkan adanya pembuktian yang bersifat mutlak yang tidak dimungkinkan adanya bukti lawanDDalam arti Konvensional, memberikan kepastian nisbi dengan tingkatan-tingkatan,
              = Conviction intime, kepastian berdasarkan atas perasaan yang bersifat intvitif.
              = Conviction Rational, kepastian yang didasarkan pertimbangan awal.

b. Dalam arti Yuridis, Dalam ilmu hukum tidak dimungkinkan adanya pembuktian yang logis dan mutlak yang berlaku bagi setiap orang serta menutup kemungkinan akan bukti lawan. Akan tetapi merupakan pembuktian yang konvensionil bersifat khusus. Pembuktian ini hanya berlaku bagi para pihak yang berperkara atau yang memperoleh hak dari mereka. Maka Pembuktian dalam arti Yuridis, berarti Memberikan dasar-dasar yang cukup kepada hakim yang memeriksa perkara yang bersangkutan guna memberikan kepastian tentang peristiwa yang diajukan.

4.    Dasar Hukum :

a)    Pasal 163 HIR,
Barang siapa yang mengatakan mempunyai barang suatu hak, atau menyebutkan suatu kejadian atau meneguhkan haknya itu, atau untuk membantah hak orang lain, maka orang itu harus membuktikan adanya haknya itu atau adanya kejadian itu

b)   Pasal 1865 KUHPerdata,
Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai suatu hak atau guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut.

c)    Pasal 164 HIR,
     Yang disebut alat-alat bukti yaitu :

  c.1 Bukti tulisan,
  c.2 Bukti saksi,
  c.3 Persangkaan,
  c.4 Pengakuan,
  c.5 Sumpah.

d)   Pasal 1866 KUHPerdata,
    Yang disebut alat-alat bukti yaitu :
  d.1 Bukti tulisan,
  d.2 Bukti saksi,
  d.3 Persangkaan,
  d.4 Pengakuan,
  d.5 Sumpah.


BUKTI TULISAN

PASAL 1867 KUHPerdata;
Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan-tulisan otentik maupun dengan tulisan-tulisan dibawah tangan.

PASAL 1868 KUHPerdata;
Suatu akta otentik adalah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuat.

PASAL 1874 KUHPerdata;
Sebagai tulisan-tulisan dibawah tangan dianggap akta-akta yang ditandatangani di bawah tangan, surat-surat, register, surat-surat urusan rumah tangga dan lain-lain tulisan yang dibuat tanpa perantaraan seorang pegawai umum.
                                
Kekuatan Pembuktian akta:
1.    Akta otentik, Pembuktian sempurna (Ps. 1870 KUHPer, 165 HIR, 285 RBg)
2.    Akta dibawah tangan,
-      Diakui, Ps. 1875 KUHPer, Pembuktian sempurna.
-      Dipungkiri, Ps. 1877 KUHPer, diperiksa dipersidangan oleh hakim

PEMBUKTIAN DENGAN SAKSI

1.   DASAR HUKUM
Pasal 139 s.d. 152, Ps. 168 s.d. 178 HIR,
Pasal 165 s.d. 179 RBg.
Pasal 1895, Pasal 1902 s.d. 1912 KUHPerdata.

2.   PENGERTIAN
Kesaksian adalah kepastian yang diberikan kepada hakim di depan persidangan tentang peristiwa yang disengketakan dengan pemberitahuan secara lisan dan pribadi oleh orang yang bukan salah satu pihak dalam perkara.
Keterangan tentang peristiwa atau kejadian itu yang dialaminya sendiri, sedang pendapat atau dugaan yang diperoleh dari berpikir tidak merupakan kesaksian.

3.    LARANGAN SEBAGAI SAKSI
a.   Absolute
Ø  Keluarga sedarah atau semenda menurut keturunan lurus dari salah satu pihak. (Pasal 145 ayat (1)  HIR., Pasal 172 ayat (1) RBg., Pasal 1910 ayat (1) KUHPerd.)

Ø  Suami atau isteri salah satu pihak, walaupun sudah bercerai (Pasal 145 ayat 1 sub 3, 4 HIR., Pasal 172 ayat 1 sub 3 RBg., Pasal 1910 KUHPerd..)
Pengecualian :
- Kedudukan keperdataan salah satu pihak,
            - Mengenai nafkah yang belum dibayar menurut  Buku I
            - Alasan pembebasan atau pemecatan kekuasaan orang
               tua/ wali;
- Perkara persetujuan perburuhan.

b.    Relatif (sebagai petunjuk tidak disumpah)
Ø  Anak kurang dari 15 tahun (Ps. 145 ayat 1, 3 sub 4 HIR, Ps. 172 ayat 1 sub 5 RBg, Ps. 1912 KUHPerd.)

Ø  Orang gila (Ps. 145 ayat 1 sub 4 HIR, Ps. 172 ayat 1 sub 5 RBg, Ps. 1912 KUHPerd.)


PERSANGKAAN

1.   DASAR HUKUM
-      Ps. 1915 s.d. Ps. 1922 KUHPerd.
-      Ps. 173 HIR
2. PENGERTIAN
Persangkaan ialah kesimpulan yang oleh Undang-undang atau oleh hakim ditarik dari suatu peristiwa yang terkenal ke arah suatu peritiwa yang tidak terkenal.
Jenis : (Ps. 1915 KUHPerd.)
-      Persangkaan yang ditetapkan oleh Undang-undang (Wettelijk vermoden)
-      Persangkaan yang ditetapkan oleh hakim (Rechtelijk vermoden)

PENGAKUAN

1.   DASAR HUKUM
-      Pasal. 1923 s.d. 1928 KUHPerdata
-      Pasal 174 HIR
-      Pasal 312 RBg.

2.   PENGERTIAN
Pengakuan adalah suatu pernyataan akan kebenaran oleh salah satu pihak yang bersengketa, tentang apa yang dikemukakan oleh lawannya.

3.   MACAM ; (Ps. 1923 KUHPerd.)
Ø  Menurut Undang-undang
a.    Di muka hakim
-      Merupakan bukti sempurna (Ps. 1925 KUHPerd.)
-      Tak dapat ditarik (Ps. 1926 KUHPerd.)
b.    Di luar sidang
-    Diikuti saksi-saksi (Ps. 1927 KUHPerd.)
Ø  Menurut Ilmu Pengetahuan
-      Pengakuan murni,
-      Pengakuan dengan Klausula
-      Pengakuan dengan Kwalifikasi

SUMPAH

1.   DASAR HUKUM
-      Pasal 155 s.d. 158 HIR,
-      Pasal 17, Pasal 182 s.d. 185 RBg.
-      Pasal 1929 s.d. 1945 KUHPerd.

2.   PENGERTIAN
Sumpah adalah pernyataan khidmat yang dilakukan oleh salah stu pihak yang berkaitan dengan agamanya.

3.MACAM
  Sumpah Pemutus (decissoir)
  Sumpah Tambahan (supletoir)

Penerapan Pembuktian
Pembuktian dilakukan setelah para pihak melaksanakan tahap replik dan duplik telah selesai dilakukan. Kesempatan pembuktian pertama diberikan kepada Penggugat lebih dulu.Dalam praktek kadang-kadang baik bukti tertulis maupun saksi-saksi m baru kemudian tergugat. Namun ada juga bukti tertulis lebih dulu diberikan kepada penggugat baru tergugat, kemudian pemeriksaan saksi-saksi dari penggugat setelah itu baru tergugat. Kalau diperlukan baik atas usulan salah satu pihak atau atas pertimbangan majelis hakim dapat juga dihadirkan saksi ahli.Dalam kasus tertentu juga kadangkala ada sidang ditempat lokasi kejadian terjadinya obyek perkara.

0

Pengertian dan Fungsi Sertifikat Hak Atas Tanah

Tanah/lahan merupakan suatu rahmat dan anugerah dari Allah SWT yang sengaja diciptakan untuk tempat bermukimnya mahluk hidup dalam melangsungkan kehidupannya.
Pengertian ini memberikan makna bahwa manusia sebagai mahluk hidup sangat membutuhkan tanah/lahan, baik digunakan sebagi tempat tinggal, tempat bercocok tanam, maupun untuk tempat usaha lainnya, sementara persediaan lahan yang ada sangat terbatas. Oleh karena itu ada kecenderungan bahwa setiap orang berusaha menguasai dan mempertahankan bidang-bidang tanah/lahan tertentu termasuk mengusahakan status hak kepemilikannya.
Dalam sistem hukum Agraria di Indonesia dikenal ada beberapa macam hak penguasaan atas tanah sebagaimana ditentukan dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1961 tentang Pokok Agraria, yaitu antara lain: Hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan.
Pada dasarnya istilah “sertifikat” itu sendiri berasal dari bahasa Inggris (certificate) yang berarti ijazah atau Surat Keterangan yang dibuat oleh Pejabat tertentu. Dengan pemberian surat keterangan berarti Pejabat yang bersangkutan telah memberikan status tentang keadaan seseorang.
Istilah “Sertifikat Tanah” dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai surat keterangan tanda bukti pemegang hak atas tanah dan berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Dengan penerbitan sertifikat hak atas tanah bahwa telah menerangkan bahwa seseorang itu mempunyai hak atas suatu bidang tanah, ataupun tanah seseorang itu dalam kekuasaan tanggungan, seperti sertifikat Hipotek atau Kreditverband, berarti tanah itu terikat dengan Hipotek atau Kreditverband  (Budi Harsono:1998).
Pengertian Sertifikat Tanah dapat dilihat dasarnya yaitu dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Pasal 19, menyebutkan bahwa:
Ayat (1)   Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Ayat (2)  Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi :
a.    Pengukuran, pemetaan dan pembukuan tanah
b.    Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut
c.    Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat

Dengan berdasar ketentuan Pasal 19 UUPA, khususnya ayat (1) dan (2), dapat diketahui bahwa dengan pendaftaran tanah/pendaftaran hak-hak atas tanah, sebagai akibat hukumnya maka pemegang hak yang bersangkutan akan diberikan surat tanda hak atas tanah dan berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat terhadap pemegang hak atas tanah tersebut.
Sertifikat Tanah atau Sertifikat Hak Atas Tanah atau disebut juga Sertifikat Hak terdiri salinan Buku Tanah dan Surat Ukur yang dijilid dalam 1 (satu) sampul. Sertifikat tanah memuat:
a.    Data fisik: letak, batas-batas, luas, keterangan fisik tanah dan beban yang ada di atas tanah;

b.    Data yuridis: jenis hak (hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, hak pengelolaan) dan siapa pemegang hak.


Istilah “sertifikat” dalam hal dimaksud sebagai surat tanda bukti hak atas tanah dapat kita temukan di dalam Pasal 13 ayat (3) dan (4) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 Tahun 1961, bahwa:
Ayat (3)     Salinan Buku Tanah dan Surat Ukur setelah dijahit secara bersama-sama dengan suatu kertas sampul yang bentuknya ditetapkan oleh Menteri Agraria, disebut Sertifikat  dan diberikan kepada yang berhak”.

Ayat (4)     Sertifikat tersebut pada ayat (3) pasal ini adalah surat tanda bukti hak yang dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria”.
Serifikat hak atas tanah ini diterbitkan oleh Kantor Agraria Tingkat II (Kantor Pertanahan) seksi pendaftaran tanah. Pendaftaran itu baik untuk pendaftaran pertama kali (recording of title) atau pun pendaftaran berkelanjutan (continious recording) yang dibebankan oleh kekuasaan hak menguasai dari negara dan tidak akan pernah diserahkan kepada instansi yang lain. Sertifikat tanah yang diberikan itu dapat berfungsi sebagai alat bukti hak atas tanah, apabila dipersengketakan.
Berdasarkan keadaan bahwa pada saat ini banyak terjadi sengketa di bidang  pertanahan, sehingga menuntut peran maksimal dan profesionalisme yang tinggi dari petugas Kantor Pertanahan yang secara eksplisit tidak ada ketentuan yang mengatur mengenai pembatasan waktu untuk menyelesaikan proses pendaftaran tanah di Kantor Pertanahan maupun pengenaan sanksi kepada petugas Kantor Pertanahan apabila melakukan kesalahan dalam pelaksanaan seluruh dan atau setiap proses dalam pendaftaran tanah. Hal ini erat kaitannya dengan hakikat dari sertifikat tanah itu sendiri, yaitu:
  1. Memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak baik oleh manusia secara perorangan maupun suatu badan hukum;
  2. Merupakan alat bukti yang kuat bahwa subjek hukum yang tercantum dalam sertifikat tersebut adalah pemegang hak sesungguhnya, sebelum dibuktikan sebaliknya atau telah lewat jangka waktu 5 (lima) tahun sejak penerbitan sertifikat tanah;
  3. Memberikan kepastian mengenai subjek dan objek hak atas tanah serta status hak atas tanah tersebut.