Pages

0

Apa yang dimaksud dengan Praperadilan?

Praperadilan sebagaimana yang diatur dalam hukum acara pidana adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus tentang :
  • Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atau permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atau kuasa tersangka;
  • Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
  • Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atau kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.

Mengenai Sahnya Penghentian Penyidikan

  • Tidak terdapat cukup bukti, dalam arti tidak dapat ditemukan alat-alat bukti sah yang cukup. Artinya alat-alat bukti seperti yang dimaksud dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa, tidak terpenuhi ataupun alat-alat bukti minimum dari tindak pidana tersebut tidak dapat dijumpai, diketemukan dan tidak tercapai.
  • Peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana, artinya bahwa dimana penyidik berpendapat, peristiwa yang semula dianggap sebagai tindak pidana namun kemudian secara nyata bahwa peristiwa itu bukanlah suatu tindak pidana, maka penyidik kemudian menghentikan penyidikan atas peristiwa tersebut.
  • Penyidikan dihentikan demi hukum karena berdasarkan undang-undang memang tidak dapat dilanjutkan peristiwa hukum tersebut, misalnya dalam hal ini antara lain tersangka meninggal dunia, terdakwa sakit jiwa, peristiwa tersebut telah diputus dan memiliki kekuatan hukum tetap, peristiwa hukum tersebut telah kadaluarsa.

Mengenai ganti kerugian


ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan dapat dimintakan apabila :

  • Tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap,ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan
  • Tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya (orang ketiga yang berkepentingan) atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri.
  • Tuntutan ganti kerugian diajukan oleh tersangka,terdakwa, terpidana atau ahli warisnya kepada pengadilan yang berwenang mengadili perkara yang bersangkutan.

Yang dapat mengajukan Praperadilan menurut hukum acara pidana adalah sebagai berikut :

  • Tersangka, Keluarga atau kuasanya dalam hal permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan.
  • Penyidik atau Penuntut Umum atau pihak ketiga yang berkepentingan dalam hal permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan.
  • Tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan dalam hal permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan atau akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan.

Permintaan pemeriksaan atau ganti kerugian dan atau rehabilitasi tersebut diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan menyebutkan alasannya.


Acara Pemeriksaan Praperadilan.


Dalam pemeriksaannya, Praperadilan dipimpin oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh ketua Pengadilan Negeri dan dibantu oleh seorang panitera.


Adapun acara pemeriksaan praperadilan menurut hukum acara pidana adalah sebagai berikut:

  • Dalam waktu tiga hari setelah diterimanya permintaan , hakim yang ditunjuk menetapkan hari sidang;
  • Dalam memeriksa dan memutus tentang sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan, sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan, permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan, akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan dan ada benda yang disita yang tidak termasuk alat pembuktian, hakim mendengar keterangan baik dari tersangka atau pemohon maupun dari pejabat yang berwenang;
  • Pemeriksaan tersebut dilakukan secara cepat dan selambat-lambatnya tujuh hari hakim harus sudah menjatuhkan putusannya dalam hal suatu perkara sudah mulai. diperiksa oleh pengadilan negeri, sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada pra peradilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur;
  • Putusan praperadilan pada tingkat penyidikan tidak menutup kemungkinan untuk mengadakan pemeriksaan, praperadilan lagi pada tingkat pemeriksaan oleh penuntut umum, jika untuk itu diajukan permintaan baru.

Tentang Isi Putusan


Putusan hakim dalam acara pemeriksaan Praperadilan harus memuat dengan jelas dasar dan alasannya. Isi putusan memuat hal-hal sebagai berikut :

  • Dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penangkapan atau penahanan tidak sah,maka penyidik atau jaksa penuntut umum pada tingkat pemeriksaan masing-masing harus segera membebaskan tersangka;
  • Dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penghentian penyidikan atau pentuntutan tidak sah, penyidikan atau penuntutan terhadap tersangka wajib dilanjutkan;
  • Dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penangkapan atau penahanan tidak sah, maka dalam putusan dicantumkan jumlah besarnya ganti kerugian dan rehabilitasi yang diberikan, sedangkan dalam hal suatu penghentian penyidikan atau penuntutan adalah sah dan tersangkanya tidak ditahan, maka dalam putusan dican tumkan rehabilitasinya;
  • Dalam hal putusan menetapkan bahwa benda yang disita ada yang tidak termasuk alat pembuktian, maka dalam putusan dicantumkan bahwa benda tersebut harus segera dikembalikan kepada tersangka atau dari siapa benda itu disita.

Upaya Hukum Terhadap Putusan Praperadilan


Upaya hukum adalah merupakan hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur-dalam Undang-undang. Namun upaya hukum terhadap putusan praperadilan tidak dapat dimintakan banding terkecuali putusan praperadilan yang menetapkan tidak sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan, yang untuk itu dapat dimintakan putusan akhir ke pengadilan tinggi dalam daerah hukum yang bersangkutan.

0

Praperadilan dalam Peradilan Pidana

Seperti yang kita ketahui praperadilan adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutuskan tentang :
  1. Sah tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau permintaan yang berkepentingan demi tegaknya hukum dan keadilan ;
  2. Sah tidaknya Penghentian Penyidikan atau Penghentian Penuntutan atas permintaan yang berkepentingan demi tegaknya hukum dan keadilan ; dan
  3. Permintaan ganti-rugi atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atau kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke Pengadilan.

Hal mana tentang Praperadilan tersebut secara limitatif umumnya diatur dalam pasal 77 sampai pasal 83 Undang-undang No.8 tahun 1981 tentang KUHAP. Sebenarnya upaya pra-peradilan tidak hanya sebatas itu, karena secara hukum ketentuan yang mengatur tentang pra-pradilan menyangkut juga tentang tuntutan ganti kerugian termasuk ganti kerugian akibat adanya “tindakan lain” yang di dalam penjelasan pasal 95 ayat (1) KUHAP ditegaskan kerugian yang timbul akibat tindakan lain yaitu, kerugian yang timbul akibat pemasukan rumah, penggeledahan dan penyitaan yang tidak sah menurut hukum.

Sehingga dalam konteks ini pra-peradilan lengkapnya diatur dalam pasal 1 butir 10 KUHAP Jo. Pasal 77 s/d 83 dan pasal 95 s/d 97 KUHAP, pasal 1 butir 16 Jo. Pasal 38 s/d 46, pasal 47 s/d 49 dan pasal 128 s/d 132 KUHAP.

Dalam konteks ini pra peradilan tidak hanya menyangkut sah tidaknya suatu penangkapan atau penahanan, atau tentang sah tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan, atau tentang permintaan ganti-rugi atau rehabilitasi, akan tetapi upaya pra-pradilan dapat juga dilakukan terhadap adanya kesalahan penyitaan yang tidak termasuk alat pembuktian, atau seseorang yang dikenakan tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang, karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan. ( Vide : Keputusan Menkeh RI No.:M.01.PW.07.03 tahun 1982 ), atau akibat adanya tindakan lain yang menimbulkan kerugian sebagai akibat pemasukan rumah, penggeledahan dan penyitaan yang tidak sah menurut hukum.

Sejauh ini yang kita kenal pra-peradilan sering dilakukan oleh tersangka atau keluarga tersangka melalui kuasa hukumnya dengan cara melakukan Gugatan/Permohonan Praperadilan terhadap pihak Kepolisian atau terhadap pihak Kejaksaan ke Pengadilan Negeri setempat, yang substansi gugatannya mempersoalkan tentang sah tidaknya penangkapan atau sah tidaknya penahanan atau tentang sah tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan.

Namun sesungguhnya praperadilan secara hukum dapat juga dilakukan pihak Kepolisian terhadap pihak Kejaksaan, begitu juga sebaliknya. Perlu untuk diketahui bahwa pasal 77 s/d pasal 83 KUHAP yang mengatur tentang Praperadilan tidak hanya memberikan hak kepada tersangka atau keluarganya untuk mempraperadilankan Kepolisian dan Kejaksaan, namun pasal tersebut juga memberi hak kepada Kepolisian untuk mempraperadilankan Kejaksaan dan memberi hak kepada Kejaksaan untuk mempraperadilankan Kepolisian.

Praperadilan adalah hal yang biasa dalam membangun saling kontrol antara Kepolisian, Kejaksaan dan Tersangka melalui Kuasa Hukumnya atau menciptakan saling kontrol antara sesama penegak hukum. Dalam negara hukum yang berusaha menegakkan supremasi hukum sangat diperlukan suatu lembaga kontrol yang independen yang salah satu tugasnya mengamati/mencermati terhadap sah tidaknya suatu penangkapan, penahanan atau sah tidaknya penghentian penyidikan atau sah tidaknya alasan penghentian penuntutan suatu perkara pidana baik itu dilakukan secara resmi dengan mengeluarkan SP3 atau SKPPP (Devonering), apalagi yang dilakukan secara diam-diam.

Di samping itu diharapkan juga pihak Kepolisian dapat mengontrol kinerja Kejaksaan apakah perkara yang sudah dilimpahkan benar-benar diteruskan ke Pengadilan. Begitu juga pihak Kejaksaan diharapkan dapat mengontrol kinerja Kepolisian di dalam proses penanganan perkara pidana apakah perkara yang sudah di SPDP (P.16) ke Kejaksaan akhirnya oleh penyidik perkara tersebut benar-benar dilimpahkan ke Kejaksaan atau malah berhenti secara diam-diam.

Di dalam era supremasi hukum ini sudah saatnya dibangun budaya saling kontrol, antara semua komponen penegak hukum ( Hakim, Jaksa, Polisi dan Advokat ) agar kepastian hukum benar-benar dapat diberikan bagi mereka para pencari keadilan.