Penyelenggaraan Catatan Sipil pada jaman Pemerintah Hindia Belanda
ditangani oleh Lembaga “Burgerlijk Stand” atau disingkat “BS” yang
artinya Catatan Kependudukan/Lembaga Catatan Sipil.
L embaga Catatan Sipil, adalah “suatu lembaga yang bertujuan
mengadakan pen-daftaran, pencatatan serta pembukuan yang
selengkap-lengkapnya dan sejelas-jelasnya, serta memberi kepastian hukum
yang sebesar-besarnya atas peristiwa “kelahiran, pengakuan, perkawinan
dan kematian”. (Lie Oen Hock, 1961 : 1).
Sedangkan E. Subekti dan R.
Tjitrosoedibio berpendapat, bahwa “ Catatan Sipil mempunyai pengertian
sebagai suatu lembaga yang ditugaskan untuk memelihara daftar /catatan
guna pembuktian status atau peristiwa penting bagi warganegara seperti :
“kelahiran, kematian, perkawinan”. (1979 : 2).
Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, kantor Burgerlijk Stand (Kantor
Catatan Sipil) bertugas mencatat keadaan penduduk dari segi kelahiran,
perkawinan dan kematian. Selanjutnya pemerintah Hindia Belanda
mewajibkan semua warga golongan eropa mendaftarkan diri atas peristiwa
kelahiran, perkawinan, perceraian dan kematian (Staatblad 1849 No.25).
Melalui upaya ini pemerintah Hindia Belanda dapat mengetahui secara
pasti berapa banyak orang Eropa dan berapa pertambahannya. Dengan
berlandaskan kepada daftar yang diperoleh melalui Burgerlijk Stand ini,
Pemerintah Hindia Belanda secara mudah menyiapkan segala keperluan
sejak dari masalah sandang, pangan sampai dengan papan serta kepentingan
umum lainnya, sehingga nampak sekali golongan ini lebih sejahtera
dibandingkan dengan golongan lainnya.
Menurut pasal 163 Indische Staatsregeling, penduduk Indonesia dibagi
kedalam 3 (tiga) golongan besar, yaitu :
- Golongan Eropa
- Golongan Timur Asing - Tionghoa - Bukan Tionghoa
- Golongan Bumi Putera
Sebagai konsekuensinya, peraturan dalam bidang catatan sipil yang
berlaku bagi masing-masing golongan penduduk itu tidak sama. Atau
dengan kata lain masing-masing golongan penduduk memiliki peraturan
catatan sipil sendiri-sendiri. Hal ini menimbulkan kesan adanya
diskriminasi di kalangan masyarakat, yang dapat berakibat terhambatnya
pelaksanaan catatan sipil di Indonesia.
Peraturan-peraturan yang berlaku bagi ke tiga golongan tersebut di atas
adalah :
- Ordonansi catatan sipil untuk Golongan Eropa (Stbld. 1849-25);
- Ordonansi catatan sipil untuk perkawinan campuran (Stbld. 1904-279);
- Ordonansi catatan sipil untuk Golongan Tionghoa (Stbld. 1917-130 jo. Stbld. 1919-81);
- Ordonansi catatan sipil untuk golongan Indonesia Asli di Jawa dan Madura (Stbld. 1920-751 jo. 1927-564);
- Ordonansi catatan sipil untuk Golongan Kristen Indonesia (Stbld. 1933-75 jo. Stbld. 1936-607).
Kemudian atas dasar Instruksi Presidium Kabinet Ampera Nomor:
31/U/UN/12/66 membawa perkembangan baru bagi dunia pencatatan sipil di
Indonesia.
Menurut Instruksi tersebut dipertegas, bahwa dalam pencatatan sipil
tidak lagi dikenal adanya penggolongan penduduk, dan Kantor Catatan
Sipil di seluruh Indonesia dinyatakan terbuka bagi seluruh penduduk.
Peraturan Catatan Sipil ini berkembang lebih lanjut dengan
dikeluarkannya Keputusan Presiden No.12 Tahun 1983 Tentang Penataan dan
Peningkatan Pembinaan Penyelenggaraan Catatan Sipil dengan melakukan
pembaharuan Kantor Catatan Sipil sampai ke Kotamadya/Kabupaten Daerah
Tingkat II seluruh Indonesia.
Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 1983 pasal 1 menyebutkan bahwa:
- Menteri Dalam Negeri secara fungsional mempunyai kewenangan dan tanggung jawab penyelenggaraan Catatan Sipil sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Kewenangan dan tanggung jawab dibidang Catatan Sipil Adalah: a. Penyelenggarakan pencatatan dan penertiban kutipan akta kelahiran, akta kematian, akta perkawinan dan akta perceraian bagi mereka yang bukan beragama Islam, akta pengakuan dan pengesahan anak. b. Melakukan penyuluhan dan pengembangan kegiatan catatan sipil. c. Penyediaan bahan dalam rangka perumusan kebijaksanaan di bidang kependudukan/ kewarganegaraan.
Kemudian Pasal 5 Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 1983 menyebutkan
bahwa :
“ Kantor Catatan Sipil dalam rangka melaksanakan kewenangan dan tanggung
jawab di bidang catatan sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat
(2) Keputusan Presiden ini adalah bertugas sebagai Pembantu
Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II, kecuali untuk Daerah
Khusus Ibukota Jakarta bertugas sebagai Pembantu Gubernur KDH Khusus
Ibukota Jakarta ”.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini,
Kantor Catatan Sipil mempunyai fungsi menyelenggarakan:
- Pencatatan dan Penerbitan Kutipan Akta Kelahiran
- Pencatatan dan Penerbitan Kutipan Akta Perkawinan
- Pencatatan dan Penerbitan Kutipan Akta Perceraian
- Pencatatan dan Penerbitan Kutipan Akta Pengakuan dan Pengesahan Anak
- Pencatatan dan Penerbitan Kutipan Akta Kematian
- Penyimpanan dan Pemeliharaan Akta Kelahiran, Akta Perkawinan, Akta Perceraian, Akta Pengakuan dan Pengesahan Anak dan Akta Kematian
- Penyediaan bahan dalam rangka perumusan kebijaksanaan di bidang kependudukan/ kewarganegaraan.
Kemudian Pasal 1 Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 1983
Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Catatan Sipil Kabupaten/
Kotamadya menyebutkan:
1. Kantor Catatan Sipil Kabupaten/Kotamadya yang selanjutnya disebut
Kantor Catatan Sipil adalah perangkat wilayah yang langsung berada dan
bertanggung jawab kepada Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II
sebagai Kepala Wilayah.
2. Kantor Catatan Sipil dipimpin oleh seorang kepala.
Dan pasal 2 Keputusan Menteri Dalam Negeri tersebut menyebutkan:
“ Kantor Catatan Sipil mempunyai tugas membantu Bupati/ Walikotamadya
Kepala Daerah Tingkat II dalam melaksanakan kegiatan - kegiatan
penyelenggaraan dan penyuluhan di bidang Catatan Sipil”.
Serta pasal 3 keputusan ini juga menyebutkan, bahwa untuk
menyelenggarakan tugas tersebut pada pasal 2, Kantor Catatan Sipil
mempunyai fungsi:
a. Pencatatan dan penerbitan Kutipan Akta Kelahiran;
b. Pencatatan dan penerbitan Kutipan Akta Perkawinan;
c. Pencatatan dan penerbitan Kutipan Akta Perceraian;
d. Pencatatan dan penerbitan Kutipan Akta Pengakuan dan Pengesahan anak;
e. Pencatatan dan penerbitan Kutipan Akta Kematian;
f. Penyimpanan dan pemeliharaan Akta-Akta Catatan Sipil,;
g. Melakukan kegiatan Penyuluhan Catatan Sipil;
h. Melakukan Urusan Tata Usaha;
Sejalan dengan keputusan di atas, Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor
24 Tentang Pelaksanaan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun
1983 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Catatan Sipil
Kabupaten/Kotamadya point kedua menyebutkan bahwa Kantor Catatan Sipil
Kabupaten/Kotamadya dimaksud pasal 1 Keputusan Menteri Dalam Negeri
Nomor 54 Tahun 1983 adalah perangkat wilayah yang membantu
Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II selaku Wakil Pemerintah
Pusat dalam rangka pelaksanaan asas dekonsentrasi untuk melaksanakan
kebijaksanaan Catatan Sipil di Daerah dan hanya satu-satunya pelaksanaan
utama yang menangani urusan Catatan Sipil.
Dari ketentuan-ketentuan di atas, maka tugas Catatan Sipil merupakan
urusan Pemerintahan Pusat yang dilimpahkan kepada Daerah melalui asas
dekonsentrasi.
Dengan demikian Kantor Catatan Sipil adalah perangkat wilayah yang
melaksanakan tugas pencatatan sipil sebagaimana telah disebutkan
terdahulu.
0 komentar:
Post a Comment