Pages

Legislatif & Eksekutif

Kekuasaan Legislatif
Legislatif adalah badan deliberatif pemerintah dengan kuasa membuat hukum. Legislatif dikenal dengan beberapa nama, yaitu parlemen, kongres, dan asembli nasional. Dalam sistem Parlemen, legislatif adalah badan tertinggi dan menujuk eksekutif. Dalam sistem Presiden, legislatif adalah cabang pemerintahan yang sama, dan bebas, dari eksekutif. Sebagai tambahan atas menetapkan hukum, legislatif biasanya juga memiliki kuasa untuk menaikkan pajak dan menerapkan budget dan pengeluaran uang lainnya. Legislatif juga kadangkala menulis perjanjian dan memutuskan perang.

Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi. Daerah provinsi itu dibagi lagi atas daerah kabupaten dan daerah kota. Setiap daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang. Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat. Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.
Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis.
Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah. Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.
Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang. Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.
Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.
Pemerintahan Daerah Provinsi terdiri atas Pemerintah Daerah Provinsi dan DPRD Provinsi.
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kotaterdiri atas Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan DPRD Kabupaten/Kota
DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah. DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. DPRD mempunyai tugas dan wewenang. DPRD mempunyai hak: (a). interpelasi; (b). angket; dan (c). menyatakan pendapat.
Alat kelengkapan DPRD terdiri atas: (a). pimpinan; (b). komisi; (c). panitia musyawarah; (d). panitia anggaran; (e). Badan Kehormatan; dan (f). alat kelengkapan lain yang diperlukan. Anggota DPRD mempunyai hak dan kewajiban. Anggota DPRD mempunyai larangan dan dapat diganti antar waktu. Ketentuan tentang DPRD sepanjang tidak diatur dalam Undang-Undang mengenai pemerintahan daerah berlaku ketentuan Undang-Undang yang mengatur Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
Hubungan antara pemerintah daerah dan DPRD merupakan hubungan kerja yang kedudukannya setara dan bersifat kemitraan. Kedudukan yang setara bermakna bahwa diantara lembaga pemerintahan daerah itu memiliki kedudukan yang sama dan sejajar, artinya tidak saling membawahi. Hal ini tercermin dalam membuat kebijakan daerah berupa Peraturan Daerah. Hubungan kemitraan bermakna bahwa antara Pemerintah Daerah dan DPRD adalah sama-sama mitra sekerja dalam membuat kebijakan daerah untuk melaksanakan otonomi daerah sesuai dengan fungsi masing-masing sehingga antar kedua lembaga itu membangun suatu hubungan kerja yang sifatnya saling mendukung bukan merupakan lawan ataupun pesaing satu sama lain dalam melaksanakan fungsi masing-masing.

Di Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah unsur penyelenggara Pemerintah Daerah yang merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah.
DPRD terdiri dari:
DPRD Provinsi, berada di setiap provinsi di Indonesia
DPRD Kabupaten/Kota, berada di setiap kabupaten/kota di Indonesia.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) merupakan wakil-wakil dari rakyat di wilayah atau di daerah setempat. Dewan inilah yang menjadi jembatan sebagai penghubung komunikasi antara rakyat dengan pemerintah daerah setempat.

Kekuasaan Eksekutif
1.Latar Belakang
Negara yang melindungi kepentingan keseluruhan rakyat (demokratis) adalah negara yang melakukan “Distribusi of Power” dalam semua aspek dalam pelaksanaan kehidupan bengsa dan Negara secara merata dan seimbang. Namun pada kenyataannya Negara yang menjalankan system pemerintahan yang memusatkan kekuasaan kepada raja (monarki), pada umumnya kekuasaan terkonsentrasi pada satu tempat (pemerintahan pusat saja). Artinya tidak dilakukan pembagian (distribusi) secara baik dan merata kepada keseluruhan rakyat. Kenyataan ini menyebabkan terjadinya hambatan (barrier) untuk terciptanya system pemerintahan yang berjalan secara cepat dan lancar serta mudah dalam mencapai tujuan nasional yang telah ditetapkan oleh suatu Negara. Keadaan ini melahirkan pemikiran dari pada para filosof bahwa kenyataan seperti tersebut diatas tidak boleh secara terus menerus terjadi sehingga lahirlah sebuah konsep mengenai pemisahan kekuasaan (Trias Politica) oleh Montesqiau dan John Locke. Konsep pemisahan kekuasaan tersebut adalah bahwa kekuasaan perlu dipisahkan dalam tiga prinsip yang meliputi kekuasaan legislative, eksekutif dan yudikatif . Tujuannya adalah untuk melakukan perubahan terhadap system pemusatan kekuasaan pada pemerintahan pusat ( monarki) kepada pemerintahan yang membagi kekuasaan pemerintahan (Negara) kepada keseluruhan rakyat demokrasi) sehingga proses pembangunan nasional suatu Negara dapat berjalan cepat, lancar dan mudah bagi kesejahtraan seluruh rakyat suatu Negara.

2. Pengertian
Badan Eksekutif adalah merupakan badan pelaksana undang-undang yang dibuat oleh Badan Legislatif bersama dengan Pemerintah. Badan ini memiliki ruanglingkup tugas dan fungsi yang luas serta perangkat institusi pendukung dalam berbagai aspek dan keahlian yang dapat memberi dukungan (support) bagi percepatan pelayanan masyarakat ( public service) dan pencapaian tujuan pembangunan nasional. Badan eksekutif ini dikepalai oleh Raja, Presiden serta dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya dibantu oleh para Kabinet (menteri).
Badan Eksekutif dalam arti yang luas mencakup para pegawai negeri sipil dan militer. Badan Eksekutif yang dimaksud dalam tulisan ini adalah badan eksekutif (pemerintahan dalam arti sempit).
Penerapan sistem badan eksekutif ini ikut ditentukan oleh sistem yang dianut oleh badan eksekutif dalam suatu negara yang menerapkanya. Sistem yang dianut dimaksud ada yang sistem presidensiil dan ada yang parlementer.
Dalam system presidensiil menteri-menteri merupakan pembantu presiden dan langsung dipimpin olehnya, sedangkan dalam system parlementer para menteri dipimpin oleh seorang perdana menteri. Dalam system parlementer perdana menteri beserta menteri-menterinya dinamakan “bagian dari badan eksekutif yang bertanggungjawab”, sedangkan raja dalam monarki konstitusionil dinamakan “bagian dari badan eksekutif yang tidak dapat diganggu-gugat” (the king can do no wrong).

Jumlah anggota badan eksekutif jauh lebih kecil daripada jumlah anggota badan legislatif, biasanya berjumlah 20-30 orang, sedangkan ada badan legislative yang anggotanya sampai 1000 orang lebih. Badan eksekutif yang kecil dapat bertindak cepat dan memberi pimpinan yang tepat dan efektif, dalam hal ini ia berbeda dengan badan legislative yang biasanya terlalu besar untuk mengambil keputusan dengan cepat.

2.Tugas dan wEWeNANG bADAN eKSEKUTIF

Tugas badan eksekutif, menurut tafsiran tradisionil azas trias politica, hanya melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh badan legislative serta menyelenggarakan undang-undang yang dibuat oleh badan legislatif. Akan tetapi dalam pelaksanaannya badan eksekutif leluasa sekali ruang geraknya. Jaman modern telah menimbulkan paradoks bahwa lebih banyak undang-undang yang diterima oleh badan legislative dan yang harus dilaksanakan oleh badan eksekutif, lebih luas pula ruang lingkup kekuasaan badan eksekutifnya.

Disamping itu jelas kelihatan dalam perkembangan negara modern bahwa wewenang badan eksekutif dewasa ini jauh lebih luas daripada hanya melaksanakan undang-undang saja. Kadang-kadang malahan dikatakan bahwa dalam negara modern badan eksekutif sudah mengganti badan legislative sebagai pembuat kebijaksanaan yang utama. Perkembangan ini terdorong oleh banyak factor, seperti perkembangan teknologi, proses modernisasi yang sudah berjalan jauh, semakin terjalinnya hubungan politik dan ekonomi antar negara, krisis ekonomi dan revolusi social. Akan tetapi meluasnya peranan negara terutama disebabkan karena menyelenggarakan kesejahteraan rakyatnya merupakan tugas pokok dari setiap negara dewasa ini, apalagi jika ia tergolong negara kesejahteraan (Welfare State). Negara Kesejahteraan menjamin bagi warga negaranya tersedianya aspek-aspek minimal dari pendidikan, pelayanan kesehatan, perumahan, pekerjaan, dan sebagainya dan karena itu kegiatannya mempengaruhi hampir semua aspek kehidupan masyarakat.

Keuntungan yang dimiliki oleh badan eksekutif dalam tugasnya adalah :
1.Memiliki tenaga kerja yang trampil dan ahli
2.Memiliki fasilitas dan perangkat kerja yang lengkap dibandingkan dengan badan legislative.
3.Memiliki institusi kementerian yang memiliki jaringan hingga ke tingkat kelurahan atau desa, sebaliknya, keahlian serta fasilitas yang tersedia bagi badan legislative jauh lebih terbatas.

Melihat keuntungan Badan legislatif diatas, tidak berarti bahwa peranan badan legislative tidak ada artinya. Di dalam negara demokratis dia tetap penting untuk menjaga jangan sampai badan eksekutif keluar dari garis-garis yang telah ditentukan oleh badan legislative, dan tetap merupakan penghalang atas kecenderungan yang terdapat pada hampir setiap badan eksekutif untuk memperluas ruang lingkup wewenangnya. Akan tetapi, dalam usaha negara untuk meningkatkan tingkat penghidupan rakyatnya badan eksekutiflah yang diharapkan memberi bimbingan, pengarahan dan kepemimpinan nasional yang dinamis.

Menurut Miriam Budiardjo, dalam buku dasar-Dasar Ilmu Politik, Kekuasaan badan eksekutif mencakup beberapa bidang yaitu :
1.Diplomatik : menyelenggarakan hubungan diplomatik dengan negara-negara lain
2.Administratif : melaksanakan undang-undang serta peraturan lain dan menyelenggarakan administrasi negara.
3.Militer : mengatur angkatan bersenjata, menyelenggarakan perang serta keamanan dan pertahanan negara.
4.Yudikatif : memberi grasi, amnesty dan sebagainya
5.Legislatif : merencanakan rancangan undang-undang dan membimbingnya dalam badan perwakilan rakyat sampai menjadi undang-undang.


3. BADAN EKSEKUTIF DI INDONESIA

Dalam masa pra Demorasi Terpimpin, yaitu November 1945 sampai Juni 1959, kita kenal badan eksekutif yang terdiri dari presiden, sebagai bagian dari badan eksekutif yang tak dapat diganggu gugat, dan menteri-menteri yang dipimpin oleh seorang perdana menteri dan yang bekerja atas dasar azas tanggung jawab menteri. Kabinet merupakan kabinet parlementer yang mencerminkan konstalasi politik dalam badan perwakilan rakyat. Hal ini sesuai dengan system parlementer yang dianut pada waktu itu. Sekalipun demikian ada beberapa kabinet yang dipimpin oleh wakil Presiden Moh. Hatta, yang karena itu dinamakan kabinet presidensiil.

Jumlah menteri dalam masa sebelum 27 Desember 1949 berkisar antara 16 (Kabinet Syahrir ke-1) dan 37 (Kabinet Amir Syarifudin ke-2). Jumlah menteri dalam masa sesudahnya berkisar antara 18 (Kabinet Wilopo) dan 25 (Kabinet Ali Sastroamidjojo ke-3). Para menteri dapat dibagi dalam beberapa golongan, yaitu menteri inti, menteri negara, sedangkan kadang-kadang juga terdapat menteri muda terutama dalam masa sebelum Desember 1949.

Mulai Juni 1959 Undang-Undang Dasar 1945 berlaku kembali dan menurut ketentuan Undang-Undang Dasar itu badan eksekutif teridiri dari seorang presiden, seorang wakil presiden beserta menteri-menteri. Menteri-menteri membantu presiden dan diangkat serta diberhentikan olehnya. Presiden dan wakil presiden dipilih oleh MPR dan presiden merupakan “Mandataris” dari MPR. Dia bertanggung jawab kepada MPR dan kedudukannya untergeordnet kepada MPR.

Presiden memegang kekuasaan pemerintah selama lima tahun yang hanya dibatasi oleh peraturan-peraturan dalam Undang-Undang Dasar di mana sesuatu hal yang diperlukan adanya suatu undang-undang. Selama masa itu presiden tidak boleh dijatuhkan oleh DPR, sebaliknya presiden tidak mempunyai wewenang untuk membubarkan DPR.

Presiden memerlukan persetujuan dari DPR untuk membentuk undang-undang dan untuk menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain. Begitu pula kalau presiden, dalam keadaan yang memaksa, menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai pengganti undang-undang, maka peraturan pemerintah itu kemudian harus mendapat persetujuan DPR. Selain dari itu presiden berwenang menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagai mestinya dan memegang kekuasaan tertinggi atas angkatan darat,angkatan laut dan angkatan undara. Sistem checks and balances seperti yang dikenal dalam system Amerika Serikat, di mana badan eksekutif dan legislative, sekalipun bebas satu sama lain, mengadakan check satu sama lain, tidak dikenal dalam system Undang-Undang Dasar 1945.

Dalam masa demokrasi terpimpin tidak ada wakil presiden. Sesuai dengan keinginannya untuk memperkuat kedudukannya, Ir. Soekarno oleh MPRS ditetapkan sebagai presiden seumur hidup. Begitu pula pejabat teras dari badan legislative (yaitu pimpinan MPRS dan DPR Gotong-Royong) dan dari badan yudikatif (yaitu Ketua Mahkamah Agung) diberi status menteri. Dengan demikian jumlah menteri mencapai jumlah lebih dari seratus. Selain dari itu, berdasarkan penetapan presiden no. 14 tahun 1960, presiden diberi wewenang untuk mengambil keputusan dalam keadaan anggota badan legislative tidak dapat mencapai mufakat mengenai suatu hal atau sesuatu RUU. Lagipula, dalam banyak hal presiden mengesampingkan DPR dengan jalan mengatur soal-soal peradilan, yaitu melalui undang-undang no. 19 tahun 1964. Undang-undang ini tegas menyimpang dari Undang-Undang Dasar 1945.

Dalam masa Demokrasi Pancasila Ketetapan MPRS yang memberi kedudukan presiden seumur hidup kepada Ir Soekarno telah dibatalkan.. Dengan Ketetapan MPRS No. XXXXIV tahun 1968 Jenderal Soeharto dipilih oleh MPRS sebagai Presiden. Jabatan Wakil Presiden untuk sementara tidak diisi. Dengan undang-undang ditetapkan bahwa menteri tidak boleh merangkap menjadi anggota DPR. Jumlah menteri dikurangi menjadi sekitar 23, yang kebanyakan dipilih atas dasar keahlian dalam rangka penyelenggaraan Rencana Pembangunan Lima Tahun yang menjadi program kabinet.

Dalam sidangnya pada tahun 1973 MPR telah memilih Jenderal Suharto sebagai Presiden Republik Indonesia dan Sri Sultan Hamengku Buwono IX sebagai Wakil Presiden.

Dalam masa demokrasi liberal pasca pemerintahan orde baru yaitu pada tahun 1999, praktek penyelenggaraan pemerintahan mengalami perubahan yang mendasar dari pada sebelumnya, terutama selama pemerintahan orde baru. Dalam proses pemilihan presiden dan wakil presiden pada tahun 1999, dilakukan oleh DPR /MPR secara lansgung melalui pemberian suara kedalam kotak suara yang disediakan oleh panitia pemilihan presiden dan wakil presiden yang ditetapkan oleh DPR/MPR. Kemudian kabinetnya dipilih oleh presiden dan wakil presiden yang terpilih. Pada masa ini kebinet ditetapkan oleh presiden dengan system kabinet nasional. Yaitu dimana para anggota cabinet dipilih oleh presiden dari unsure partai, professional dan daerah. Sehingga kabinetnya disebut dengan Gotong Royong.
Dalam masa demokrasi langsung tahun 2004, presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat melalui du tahap yaitu, tahap pertama (I) diikuti oleh 5 pasang calon presiden dan wakil presiden dan karena tahap pertama tidak menghasilkan suara terbanyak, maka dilanjutkan dengan pemilihan umum langsung tahap ke dua (II) dengan diikuti oleh pasangan yang memperoleh suara terbanyak 1 dan 2 dari pemilihan umum tahap pertama (I). Presiden dan wakil presiden yang terpilih dari pemilihan umum langsung tahap kedua (II) ini yaitu, Susilo Bambang Yudoyono (Presiden) dan Muhammad Yusuf Kalla (Wakil Presiden). Dalam menyusun kabinetnya, presiden menetapkan anggota kabinetnya dengan sistem zaken kabinet, yaitu dengan sistem penentuan orang yasng didasarkan atas keahlian, kemampuan dan kesediaannya dalam melakukan kerjasama dengan presiden. Meskipun komposisinya masih sama dengan kabinet sebelumnya yaitu direkrut dari kalangan partai politik pendukung, kalangan profesional dan unsur daerah. Kabinet ini diberi nama kabinet Indonesia Bersatu. Pertanggungjawabanya langsung kepada presiden karena dalam UUD 1945, keberadaannya adalah sebagai pembantu presiden.

0 komentar:

Post a Comment